EDITOR.ID, Jakarta,- Budaya korupsi di dalam penjara lebih mengenaskan. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin, Wahid Husen “menyewakan” sel dengan fasilitas mewah bagi narapidana koruptor seharga Rp 500 juta.
Praktek ini berhasil dibongkar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap Kalapas.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengungkapkan Kalapas Sukamiskin memasang tarif Rp 200 juta hingga Rp 500 juta kepada setiap narapidana jika ingin mendapat fasilitas mewah di dalam selnya.
Tarif tersebut belum termasuk penambahan fasilitas seperti pendingin udara, pemanas air, lemari es, oven, penempatan rak buku, dan lain sebagainya.
“Sejauh ini informasi yang kami peroleh tarif berkisar Rp 200-500 juta . Jadi jika sudah occupied (ditempati) ruangan lalu mau nambah apa lagi misalnya itu ada (biaya) tambahan lagi,†kata Saut dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (21/7/2018) malam.
Dalam konferensi pers ini, KPK menayangkan video fasilitas sel tahanan milik Fahmi Dharmawansyah di Lapas Sukamiskin. Dari video tersebut terungkap Fahmi mendekam di sel tahanan dengan fasilitas layaknya hotel mewah. Beberapa fasilitas mewah itu di antaranya pendingin udara (AC), televisi, rak buku, wastafel, kamar mandi lengkap dengan toilet duduk, kulkas, dan spring bed.
KPK meyakini fasilitas layaknya kamar hotel ini terdapat juga dalam sejumlah sel lain di Lapas khusus koruptor tersebut. Namun, untuk saat ini, KPK baru mendapati sel mewah yang dihuni Fahmi Darmawansyah, narapidana perkara suap proyek satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
“Dicurigai ada tetapi yang digeledah tim semalam itu hanya kamar FD (Fahmi Darmawansyah). Ini pasti karena pada tahap penyidikan akan lebih banyak lagi dikembangkan termasuk informasi-informasi yang lainnya yang kira-kira didapatkan di dalam,” kata Wakil Ketua KPK lainnya, Laode M Syarif.
Selain fasilitas mewah di dalam sel, KPK menduga adanya perlakuan diskriminasi antara narapidana korupsi dengan narapidana umum. Salah satunya, narapidana dapat keluar masuk Lapas jika memberikan uang pelicin.
“Dalam UU Pemasyarakatan ada izin untuk keluar luar biasa. Izin luar biasa ini salah satu contohnya sakit. Boleh pake izin dengan rekomendasi dari dokter. Yang kedua menjadi saksi pernikahan anaknya. Itu bisa diizinkan. Sepertinya yang di-abuse ini izin-izin luar biasa ini. Pergi sakit, makanya pak Saut tadi mengatakan katanya sakit tapi dicek di rumah sakit tidak ada, di kamarnya dia tidak ada. Jadi whereabout (keberadaan)-nya kita tidak tahu. Tapi yang di-abuse (salah gunakan) sepertinya izin luar biasa itu karena memang ada hak narapidana untuk memiliki izin itu,” ungkapnya.
Wahid diduga menerima suap berupa uang dan dua mobil jenis Mitsubishi Pajero Sport Dakkar dan Mitsubishi Triton Exceed. Suap ini diberikan agar Fahmi mendapat fasilitas sel atau kamar. Tak hanya itu, suap ini juga diberikan agar Fahmi mendapat kemudahan untuk keluar masuk tahanan.
Dari OTT ini, KPK telah menetapkan Wahid; Hendry Saputra yang merupakan orang kepercayaan Wahid; Fahmi Darmawansyah, seorang napi korupsi; dan Andri yang merupakan napi umum sekaligus napi pendamping untuk Fahmi, sebagai tersangka kasus dugaan suap pemberian fasilitas, perizinan dan lainnya di Lapas Sukamiskin.
Selain menangkap sejumlah pihak, dalam OTT ini tim Satgas KPK juga menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan tindak pidana, yaitu, dua unit mobil, uang total Rp 279.920.000 dan US$ 1.400, catatan penerimaan uang, dan dokumen terkait pengiriman mobil. (tim)