Beberapa keris termasuk keris Diponegoro akhirnya disimpan dalam Museum Etnologi Nasional Belanda. Namun, ketika itu keris milik sang pahlawan masih belum teridentifikasi, sehingga tak dapat dikembalikan saat perjanjian pengembalian benda bersejarah antara Indonesia dan Belanda pada 1975.
Pada tahun 1985, Duta Besar Belanda Frans van Dongen, menyarankan direktur Museum Nasional Etnologi untuk melakukan penelitian lebih lanjut agar dapat menemukan keris milik Pangeran Diponegoro.
Sementara itu, Museum Bersejarah Bronbeek di Arnhem juga menyatakan kemungkinan menyimpan beberapa peninggalan Diponegoro namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Terkait pengembalian keris, ahli waris keturunan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta menyerahkan sepenuhnya kepada negara terkait penyimpanan keris milik sang Pangeran yang baru saja dikembalikan oleh Pemerintah Belanda. Alasannya untuk menghindari sengketa kepemilikan.
“Biar disimpan oleh Pemerintah, biar disimpan oleh negara. Karena (Pangeran) Diponegoro itu adalah sudah menjadi milik bangsa, sudah tidak lagi hanya menjadi milik keluarga,” ujar keturunan ketujuh Pangeran Diponegoro, Roni Sodewo, sebagaimana dilansir dari detikcom, Selasa (10/3/2020).
Roni mempercayakan penyimpanan keris tersebut ke Pemerintah justru untuk mengantisipasi persoalan yang dikhawatirkan terjadi di internal ahli waris Pangeran Diponegoro. Salah satu yang dikhawatirkan itu adalah saling klaim antaranggota keluarga untuk menyimpan keris bersejarah tersebut.
“Seandainya pun nanti disimpan oleh keluarga, siapa yang bisa menjamin keris itu akan tetap ada. Yang kedua, siapa yang bisa menjamin tidak menjadi bahan rebutan, barange mung siji sing ngaku wong akeh (barangnya hanya satu tapi yang merasa memiliki orang banyak),” ucapnya.
“Jadi kalau menurut keluarga, biarlah Pemerintah yang menyimpan di Museum Nasional. Dijadikan satu dengan tombak Kiai Rondan, dengan pelana kuda, dengan Kiai Cokro,” lanjut Roni menyebut barang-barang milik Diponegoro lainnya yang telah dikembalikan ke tanah air. (tim)