EDITOR.ID, Banyuwangi,- H.Kusni sangat terpukul dan marah saat mengetahui putrinya dijadikan suaminya sebagai martir bom. Diantar suaminya, Puji Kuswati nekat meledakkan diri bersama dua putri kecilnya yang masih balita di Gereja GKI Jalan Diponegoro Surabaya Minggu (13/5/2018) silam. Tubuh perempuan putri dari H Kusni ini tercerai berai terkena ledakan bom.
Kejadian tersebut membuat H Kusni ayah Puji Kuswati shock berat.
Cerita pilu ketika Puji Kuswati “dirayu” suaminya untuk menjadi martir bom bunuh diri bersama dua putri kecilnya tidak bisa dicerna dengan akal sehat.
Kejadian itulah yang tidak bisa diterima ayah Puji, H. Kusni. Pensiunan TNI AL ini sejak awal sudah kurang setuju putrinya dinikahi Dita Oepriarto, yang belakangan diketahui sebagai Pemimpin Jamaah Ashorut Daruut (JAD) aliran sesat dalam berjihad agama.
Puji adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Sejak kecil, Puji tinggal bersama pamannya.
Orangtua Puji Kuswati, pasangan suami-istri H Kusni, pensiunan TNI AL, dan Minarti Infiah, pensiunan guru SD,
Dari keterangan Rusiyono, salah seorang anggota keluarga H Kusni di Muncar, keluarga besar mereka tidak merestui dan menolak keinginan Puji menikah dengan Dita Oepriarto.
Bahkan ketika Puji dan Dita sudah menikah. Pasangan suami-istri itu hanya sesekali datang ke Muncar untuk menghadiri hajatan keluarga. Puji pulang ke kampung halaman hanya untuk meminta mobil kepada ayahnya, H Kusni yang kondisi sosial ekonominya cukup berhasil.
“Ayah-ibu kandungnya memang merasa kasihan dengan Puji karena usaha suaminya selalu menemui kegagalan. Rumah Puji di Surabaya juga hasil merayu H Kusni, sehingga orangtuanya iba dan membelikannya rumah seharga Rp 650 juta,” katanya.
Lebih jauh dikatakan, sikap Puji berubah total setelah menikah. Padahal, dahulu biasa-biasa saja ketika ikut pakde-budenya di Magetan.
Rumah keluarga teroris itu juga akan dijual. Karena Dita memang mengalami kesulitan ekonomi dan hanya bisa bergantung dari mertuanya.
“Ayahnya sudah tiga kali memberikan mobil karena merasa kasihan dengan dia. Makanya, mobil yang ketiga itu BPKB-nya sengaja tidak diberikan karena khawatir dijual lagi,†ujar Rusiyono.
Sedangkan mobil Toyota Avanza (BPKB) milik H Kusni yang digunakan Dita untuk meledakkan diri, merupakan mobil ketiga yang sengaja diberikan kepada Puji karena ketika bertandang ke Muncar, Banyuwangi, mobil pemberian pertama dan kedua disebutkan sudah dijual untuk menambah kebutuhan hidup sehari-hari di Surabaya.
H Kusni, lanjutnya, merasa sangat terpukul, karena tidak menyangka anaknya menjadi kaki tangan teroris. Bagi ayahnya, NKRI adalah harga mati. Ibunya juga setia kepada Pancasila, tetapi tak menyangka anak perempuannya yang dibesarkan paman-bibinya justru terlibat terorisme.
“Kami atas nama keluarga besar di Muncar belum bersedia menerima jenazah, apalagi memakamkan keenam pelaku bom bunuh diri (Dita Oepriarto sekeluarga) itu di TPU Muncar,†tegasnya.
Kapolres Banyuwangi AKBP Donny Adityawarman dalam keterangannya menegaskan bahwa keluarga besar orangtua dan kerabat Puji Kuswati di Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar sama sekali tak terlibat jaringan teroris.
“Sampai hari ini keluarga besarnya tidak terkait aksi terorisme. Puji sejak kecil (berusia 20 bulan) tinggal bersama pamannya di Magetan. Kemudian ketika dewasa menikah dengan Dita Oepriarto lalu tinggal menetap di Surabaya,†ujarnya.
“Sejak tahun 2012 yang lalu, Puji ber-KTP Surabaya,†sambung kapolres. (tim)