Connie meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut andil dalam investigasi kasus tersebut sampai tuntas. Hal itu menurut dia agar potensi dugaan kekerasan politik ataupun temuan lain dapat ditemukan untuk menjadi acuan pihak berwenang menghukum oknum yang menjadi tersangka kasus tersebut.
Menurut Connie, jika prajurit TNI terganggu dengan suara knalpot brong atau bising yang keluar dari motor sukarelawan, seharusnya segera menelepon polisi selaku pihak yang berwenang atas ketertiban lalu lintas.
Connie justru mempertanyakan dan menilai mengapa TNI berprilaku main hakim atas keinginannya sendiri, terutama melanggar tugas dan fungsinya sebagai aparat yang semestinya menjaga keamanan bangsa.
Connie menilai kalau TNI sulit berkoordinasi dengan kepolisian, maka bisa segera melaporkan masalah ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Kita harus tahu knalpot brong yang terlibat dalam penanganannya tidak hanya polisi, tapi KLHK. Ada di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009 tentang ambang batas kebisingan bermotor, itu ada di KLHK, jadi kalau dari zaman dulu knalpot brong sudah ada dan prajurit merasa terganggu, kenapa tidak dari zaman dulu batalyon AD lapor KLHK?” tegasnya.
Jika memang TNI merasa terganggu dan keberatan mengenai knalpot brong bisa melaporkan hal tersebut kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia serta pihak kepolisian.
“Kalau orang pakai knalpot (Brong), dari kapan juga knalpot sudah di pakai yang berisik-berisik itu. Kalaupun TNI keberatan bisa menyatakannya ke Menteri KLHK karena itu masuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan juga pada Undang-Undang Kepolisian,” lanjutnya.
Kemudian Connie mengkritisi ucapan Komandan Kodim (Dandim) 0724/Boyolali, menyayangkan dengan sikap Komandan Kodim 0724/Boyolali Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo dalam kasus tersebut.
Connie meyakini prajurit tidak akan berani bergerak sendiri keluar markas, jika tidak ada perintah dari atasan yang diduga memiliki kepentingan politik.
“Menurut saya koreksi kalau saya salah, tapi di tentara itu tidak mungkin kalau tidak ada perintah atasan, tidak mungkin keluar dari satuan ke jalan raya,” katanya
Letkol Inf Wiweko Wulang Widodo pernah mengatakan jika kejadian penganiayaan tersebut berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas.
“Dari yang terakhir saya baca, beliau bilang ada masalah lalu lintas. Kalau lalu lintas jelas-jelas bukan urusan Tentara. Tapi kalau memang yakin betul bahwa masalah knalpot itu telah membahayakan kedaulatan, ya sudah kita masukkan aja pada Undang-Undang TNI Operasi Militer selain perang,” ungkapnya tegas.