“Setidak-tidaknya sekitar jumlah itu, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yaitu penerimaan tersebut berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada Kantor Bea dan Cukai Kementrian Keuangan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” kata Eko Wahyu.
Didakwa Gratifikasi Rp 23,5 M
Mantan Kepala Bea-Cukai Yogyakarta Eko Darmanto menjalani sidang dakwaan terkait dugaan gratifikasi. Eko Darmanto didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 23,5 miliar.
Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (14/5). Jaksa KPK Eko Wahyu Prayitno menyebut Eko Darmanto didakwa menerima gratifikasi dari belasan berbeda yang bersangkutan dengan keperluan jabatannya.
“Sebagai orang yang melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, menerima gratifikasi berupa uang keseluruhannya berjumlah Rp 23.511.303.640,24,” kata Eko Wahyu.
Diketahui nama Eko Darmanto mencuat seiring kasus LHKPN milik pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo disorot publik. Khusus bagi Eko, dia mendapat atensi masyarakat usai acap kali memamerkan kekayaannya di media sosial.
Di salah satu unggahan di media sosialnya, dia memamerkan pesawat Cessna seri 127. Eko juga sebelumnya mengklarifikasi bahwa dirinya tidak memiliki pesawat, dan pesawat yang dia unggah itu milik Federasi Aero Sport Indonesia (FASI).
Setelah namanya viral, Eko meminta maaf kepada masyarakat karena memamerkan kekayaan di media sosial. Namun, sejak viral itu, KPK mulai menyelidiki kekayaan Eko hingga akhirnya saat ini dia duduk sebagai terdakwa dengan kasus gratifikasi selama menjabat sebagai Kepala Bea-Cukai Yogyakarta. (tom)