EDITOR.ID, Bandung – DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar) melalui Komisi III DPRD Jabar, menyoroti temuan adanya tumpang tindih kewenangan antara Pemprov Jabar dengan pemerintah pusat dalam mengelola Pajak Air Permukaan (PAP).
Anggota Komisi III DPRD Jabar, Husin, mengatakan bahwa tumpang tindih kewenangan ini mengakibatkan adanya wilayah yang seharusnya menjadi kewenangan pemprov malah jadi kewenangan pusat, begitu pun sebaliknya.
“Jadi ini ada miskomunikasi antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan pemerintah pusat terkait kewenangan PAP. Saya melihat sebenarnya banyak potensi besar pajak dari sektor ini bagi Provinsi Jawa Barat, tetapi iya itu ada tumpang tindih kewenangan,” kata Husin, selasa (20/10).
Politisi dari Partai Perindo ini mengatakan persoalan tidak adanya alat ukur jelas yang dimiliki Pemprov Jabar untuk menghitung penggunaan air yang dimanfaatkan perusahaan atau perorangan dan selama ini, Pemprov Jabar tidak berani berinvestasi untuk pengadaan alat tersebut.
Padahal, kata Husni, alat ukur tersebut sangat penting untuk mengantisipasi banyaknya praktik penipuan dalam pengukuran penggunaan atau pemanfaatan air permukaan yang dilakukan perusahaan, dengan tujuan menghindari pajak.
“Ada alat ukur jelas kok namanya kalau tidak salah water meter. Gara-gara tak ada alat ukur jelas, selama ini banyak perusahaan hanya membayar pajak air permukaan dari laporan penggunaan air yang tolak ukurnya tidak jelas, hasil dimanipulasi. Jadi perhitungannya seolah-olah pasif, Pemprov Jabar hanya menerima saja,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, Komisi III DPRD Jabar meminta Pemprov Jabar segera menindaklanjuti hal tersebut dan mulai dari menindak tegas perusahaan nakal yang menghindari bayar pajak air permukaan, segera merevisi aturan tarif dasar pajak air permukaan.
Husni juga meminta agar segera berkomunikasi dengan pemerintah pusat terkait kewenangan pengeloaan air permukaan dan segera berinvestasi untuk mengadakan alat ukur jelas dalam perhitungan penggunaan atau pemanfaat air permukaan.
Sehingga target penerimaan pajak air permukaan sebesar Rp320 hingga Rp500 miliar di APBD Perubahan Tahun 2020 atau di awal tahun 2021 bisa terealisasi.
“Jangan sampai banyak perusahaan yang memanfaatkan air permukaan di Jawa Barat, mengambil keuntungan yang besar tetapi tidak membayar pajak, bahkan hanya membayar pajak dengan nilai yang sangat kecil,” kata dia.
Baca juga:Â KPK tangani masalah piutang pajak air permukaan di Kepri
Husin juga menuturkan alasan penerimaan pajak air permukaan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jabar masih minim dikarenakan adanya perusahaan yang mengakali atau curang terhadap pajak air permukaan dengan berbagai modus.