Pencucian uang dilakukan lewat Harvey Moeis selaku perwakilan PT RBT, yang menggandeng perusahaan money changer milik crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim. Dari pencucian uang tersebut, uang panas mengalir ke PT RBT. Bahkan, Suparta juga disebut membelanjakan uang-uangnya berupa sejumlah unit mobil.
Hal ini terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu, 21 Agustus 2024.
Jaksa mendakwa Suparta bersama Reza Andriyansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT dalam perkara dugaan korupsi komoditas timah di wilayah konsesi PT Timah Tbk, tahun 2015 sampai 2022. Khusus Suparta, jaksa juga mendakwanya atas dugaan pencucian uang.
Jaksa menyebut, Suparta bersama-sama Harvey Moeis dan Reza melalui PT RBT dan perusahaan afiliasinya, telah melakukan pembelian dan atau pengumpulan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Kemudian, mereka membentuk perusahaan boneka atau cangkang, yang dibuat seolah-olah sebagai jasa mitra pemborongan yang akan diberikan surat perintah kerja (SPK) pengangkutan oleh PT Timah. Dari perusahaan cangkang pula, Suparta membeli bijih timah ilegal.
“Untuk selanjutnya dibeli PT Timah, kemudian disuplai untuk pelaksanaan kerja sama sewa peralatan processing antara PT Timah dengan PT Refined Bangka Tin,” beber jaksa Ardito Muwardi, membacakan surat dakwaan.
Suparta, Harvey, dan Reza juga mengendalikan keuangan perusahaan cangkang bentukannya. Dari penjualan bijih timah ilegal ke PT Timah, mereka mendapat pembayaran.
Selanjutnya, Suparta menyetujui Harvey selaku perwakilan PT RBT, untuk melakukan kongkalikong dengan jajaran direksi PT Timah, yakni Mochtar Riza Tabrani Pahlevi selaku Dirut dan Alwin Albar selaku Direktur Operasional.
Kerja samanya soal permintaan 5 persen direksi PT Timah dari kuota ekspor bijih timah oleh perusahaan smelter swasta.
Dia turut menyetujui kerja sama processing sewa peralatan penglogaman bijih timah dengan PT Timah. Meskipun dalam praktiknya dilakukan perusahaan lain.
Kedua terdakwa juga menyetujui permintaan biaya jasa keamanan oleh Harvey kepada empat perusahaan smelter swasta lain, yakni CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Sariwiguna Binasentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), dan PT Tinindo Inter Nusa (TIN). Besarannya sekitar 500 hingga 750 dolar Amerika Serikat (AS) per metrik tonnya.
Jaksa menyebut, aliran uang korupsi juga telah memperkaya sejumlah pihak. Di antaranya Harvey Moeis dan Helena sejumlah Rp 420 miliar, serta pihak-pihak lainnya.