Jakarta, EDITOR.ID,- Putusan Mahkamah Konstitusi tidak bisa dibatalkan dan wajib langsung dilaksanakan setelah putusan dibacakan Majelis Hakim. Karena MK merupakan lembaga peradilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat.
Kekuatan kelembagaan dan putusan MK dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945, konstitusi tertinggi di Indonesia yang tidak boleh dilanggar.
Pasal 10 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberi kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Hal ini ditegaskan Juru Bicara Partai Gerindra Bidang HAM dan Konstitusi Munafrizal Manan dalam keterangannya menanggapi wacana putusan MK dapat dibatalkan.
Munafrizal menilai tidak ada dasar hukumnya sama sekali atas wacana putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak sah dan dapat dibatalkan.
Oleh karena itu, kata dia, tidak ada upaya hukum yang bisa menilai putusan MK tersebut tidak sah, kemudian membatalkannya.
“Wacana tentang putusan MK tidak sah, kemudian dapat dibatalkan tidak punya dasar hukum kuat,” kata Munafrizal dalam keterangan resmi diterima di Jakarta, Jumat (27/10/2023) sebagaimana dilansir dari Antara.
Pasal 17 ayat (5) dan (6) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan hakim mengundurkan diri apabila mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, menurut dia, sulit dijadikan dasar hukum untuk membatalkan putusan MK.
Menurut dia, hal tersebut karena ada benturan norma hukum antara ketentuan hukum yang lebih tinggi dan yang lebih rendah.
Dijelaskan bahwa dasar hukum putusan MK bersifat final adalah UUD NRI Tahun 1945 yang secara hierarki lebih tinggi daripada UU Kekuasaan Kehakiman.
“Tidak dapat dan tidak boleh hukum lebih rendah menganulir hukum lebih tinggi,” tegas dia.
Wacana Pembatalan Putusan MK Lebih Kental Kepentingan Politis
Munafrizal menilai, pro dan kontra atas suatu putusan perkara yang diputus oleh lembaga peradilan adalah hal biasa karena ada pihak yang merasa puas dan tidak puas.
Dalam konteks putusan MK, dia mengakui bahwa sifat asli kewenangan MK, termasuk wewenang pengujian undang-undang, berkaitan erat dengan dimensi politik.
“Penilaian orang atas putusan MK akan dipengaruhi oleh kecenderungan persepsi, preferensi, dan kepentingan politik orang yang menilainya,” imbuh dia.