“Guna menutupi transaksinya tersebut, maka para pelaku ini menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan oleh PT Antam. Sehingga PT Antam tidak bisa mengontrol keluar masuknya logam mulia dan jumlah uang yang ditransaksikan,” sambung Kuntadi.
Akibat perbuatan Budi Said dan sejumlah oknum pegawai Antam ini, terdapat selisih yang cukup besar antara jumlah logam mulia milik Antam dengan penghasilannya.
Oknum pegawai Antam pun membuat surat palsu untuk menutupi jumlah selisih tersebut.
“Para pelaku selanjutnya membuat surat yang diduga palsu yang pada pokoknya menyatakan seolah-olah bahwa benar transaksi itu telah dilakukan. Dan bahwa benar PT Antam ada kekurangan dalam penyerahan sejumlah logam mulia,” jelasnya.
Penyidik menjerat BS dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, juncto Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) 20/2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Kuntadi menerangkan, adanya pasal turut serta yang menjerat BS sebagai tersangka, artinya tim penyidik meyakini perbuatan konglomerat asal Surabaya itu, tak sendiri. Karena kata Kuntadi menjelaskan, aksi BS dalam melakukan kejahatannya itu, melibatkan sejumlah pejabat internal di PT Antam.
Dari hasil penyidikan, Kuntadi mengatakan, kasus ini berawal dari permufakatan jahat dalam transaksi logam mulia emas oleh BS di Butik Surabaya-1 Antam pada periode Maret sampai November 2018. Dalam transaksi jual beli tersebut, BS dibantu oleh inisial EA, AP, EK, dan MD.
“Mereka (EA, AP, EK, dan MD) di antaranya adalah oknum-oknum pejabat dan pegawai di PT Antam,” kata Kuntadi.
Namun, dari permufakatan BS dengan empat pejabat di PT Antam tersebut, dikatakan saling sepakat untuk melakukan merekayasa nilai beli dan harga. “Yaitu dengan cara menetapkan harga jual logam mulia di bawah harga yang telah ditetapkan oleh PT Antam seolah-olah ada diskon dari PT Antam,” kata Kuntadi. (tim)