Sebagai ulama dan cendekiawan yang pikirannya kerap melampaui zaman, Haji Agus Salim terbilang produktif menulis. Ia mengisi kolom Mimbar Jum’at berisi artikel khutbah jumat dalam bahasa Indonesia, meski hal itu masih di luar kelaziman. Di zaman itu sebagian kalangan muslim di Nusantara menganggap khutbah jumat mesti seluruhnya menggunakan bahasa Arab.
Pengetahuannya tidak hanya mendalam di bidang agama dan politik, tetapi juga sastra dan filsafat. Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif menjulukinya Bapak Kaum Intelektual Muslim Indonesia. “Salim boleh dikatakan telah mewariskan segala-galanya yaitu berupa kejujuran, intelektualisme Islam, percaya kepada diri sendiri, kecakapan mengurus negara, kesetiaan kepada prinsip perjuangan, kesederhanaan dan rasa tanggung jawab yang cukup tinggi terhadap nasib bangsa dan negara,” tulis Ahmad Syafii Maarif dalam Seratus Tahun Haji Agus Salim (1984). (tim)