Dalam artikel khutbah Jumat berjudul Persatuan Islam di surat kabar Dunia Islam tanggal 23 Maret 1923 tokoh pergerakan Islam itu menandaskan, “Kehidupan di dunia itu ialah kehidupan pergaulan. Dan pergaulan itu berdiri atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban beberapa pihak, yang satu kepada yang lain, dan berhubungan pula antara yang satu dengan yang lain.
Oleh sebab itu agama Islam tidak boleh menjadi pakaian atau urusan orang masing-masing sendiri atau atas dirinya sendiri. Perintah-perintah Islam untuk keperluan kesentosaan hidup segala manusia dan untuk menyelamatkan perjalanan orang Islam dari dunia ke akhiratnya, wajiblah umat Islam menjadi satu persaudaraan yang rapat.
Yang sama menjunjung perintah Islam. Yang sama mengusahakan dan melakukan suruhan-suruhan Islam. Firman Allah memerintahkan umat Islam sekaliannya berpegang pada tali Allah bersama-sama. Dan melarang umat Islam bercerai-berai.”
Persaudaraan yang teguh dan kuat – menurut Agus Salim – bukan teguh dan kuat namanya saja, atau teguh dan kuat rohaninya saja, melainkan teguh dan kuat badannya dan tenaganya, kekuasaannya, dan pengaruhnya dalam pergaulan manusia segala bangsa di alam dunia ini pun juga. Teguh dan kuat sebagaimana telah disaksikan dunia dalam masa hidupnya Nabi kita, Muhammad Saw.
Haji Agus Salim kerap mengisi siaran radio, berkhutbah, serta memberi ceramah ilmiah tentang Islam, filsafat dan
ilmu pengetahuan secara menakjubkan yang menggambarkan lautan
ilmunya yang luas. Pada 30 November 1952 ia menyampaikan uraian hikmah Maulid Nabi Muhammad Saw dalam Peringatan Maulid Nabi tingkat kenegaraan di Istana Negara Jakarta, dihadiri para pejabat negara dan korps diplomatik dari negara-negara sahabat. “Kembalilah mempelajari dan mengamalkan isi Al-Qur’an,” katanya.
Dalam kesempatan lain, ia berkata, di mana letaknya kehebatan Islam? “Islam tidak terletak pada isi yang terkandung di dalam kitab suci Al-Qur’an, akan tetapi dalam pelaksanaannya,” tegas beliau.
Pejuang dan negarawan seperti Mohammad Natsir, Mohamad Roem, Kasman Singodimedjo, Prawoto Mangkusasmito, Jusuf Wibisono dan lain-lain adalah murid intelektual dan kader-kader Haji Agus Salim melalui organisasi Jong Islamieten Bond (JIB). Haji Agus Salim adalah penasihat JIB.
Menarik disimak penuturan Mohammad Natsir dalam Pesan Perjuangan Seorang Bapak: Percakapan Antar Generasi (1989). Suatu kali bersama Prawoto Mangkusasmito, Natsir membawa suatu persoalan kepada Haji Agus Salim. Setelah mengemukakan pendapatnya panjang lebar, tapi tidak menjawab pertanyaan Natsir. Akhirnya ditanyakan bagaimana pemecahan persoalan itu. Justru pertanyaan yang akhir tak dijawab. “Rupanya kami disuruh berfikir sendiri, beliau memberi tahu cara analisisnya, tapi kami sendiri yang harus mengambil keputusan. Cara inilah yang mendorong kami untuk maju. Dengan cara itu tumbuh keberanian dan kedewasaan yang pada akhirnya lahir corak kepemimpinan baru,” kenang Mohammad Natsir.