Agus Salim lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada 8 Oktober 1884. Agus Salim yang lahir dengan nama Masjhoedoelhaq, dikenal luas sebagai sosok yang cerdas, berwawasan luas, dan memiliki kemampuan diplomasi yang luar biasa.
Beliau menguasai tujuh bahasa asing dan memainkan peran penting dalam sejumlah perundingan internasional yang menguntungkan kemerdekaan Indonesia.
Ayahnya Sutan Muhammad Salim seorang Jaksa Pengadilan Negeri. Setamat dari ELS (Europeesche Lagere School) diploma 1898 di Koto Gadang, melanjutkan ke HBS (Hoogere Burger School) diploma 1903 di Jakarta. Ia lulus dengan predikat terbaik. Agus Salim bercita-cita menjadi dokter, namun keuangan orangtuanya tidak memungkinkan untuk melanjutkan sekolah lebih tinggi.
Dalam kurun waktu 1906 hingga 1911 Agus Salim bekerja sebagai penterjemah pada Konsulat di Jeddah. Selama di Arab Saudi ia memanfaatkan kesempatan untuk belajar bahasa Arab dan mendalami agama Islam kepada pamannya Syeikh Ahmad Khatib, ulama besar Minangkabau yang mengajar di Arab Saudi dan Imam Masjidil Haram. Sepulang dari Arab Saudi, ia mendirikan sekolah HIS (Hollandsch-Inlandsche School) di Koto Gadang.
Tokoh Pergerakan Nasional
Agus Salim adalah pemimpin bangsa dan founding fathers yang besar peranannya dalam perjuangan merebut, menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan. Ia adalah tokoh senior kepemimpinan umat Islam Indonesia sejak era pra-kemerdekaan, dimana ia bersama H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis aktif sebagai Pengurus Besar Centraal Sarekat Islam tahun 1915.
Kiprah Agus Salim sebagai Anggota Volksraad (Dewan Rakyat) tahun 1921 hingga 1924 adalah mewakili Sarekat Islam. Jauh sebelum Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, bahasa Melayu/Indonesia telah digunakan dalam sidang Volksraad oleh Agus Salim. Ia pernah ditegur oleh Ketua Volksraad yang memintanya berpidato dalam bahasa Belanda.
Dalam perkembangan lebih lanjut Haji Agus Salim menempuh sikap politik non-cooperatie dengan Volksraad dan mengundurkan diri. Ia merasa keberadaannya di lembaga perwakilan bentukan pemerintah kolonial tidak membawa manfaat seperti yang diharapkan bagi kepentingan rakyat pribumi.
Ketika Muktamar Alam Islami menggelar pertemuan di Makkah tahun 1927, Agus Salim hadir sebagai peserta dari Hindia Belanda (Indonesia). Setelah acara muktamar selesai, Raja Abdul Aziz Bin Saud secara khusus mengundangnya untuk bersilaturahim di Istana Raja.