EDITOR.ID, Madiun, – Otoritas Bank BRI Cabang Madiun berputar putar dan terasa _mbulet_, dalam memberikan keterangan soal adanya dugaan penarikan ulang secara paksa dana nasabah, pelaku usaha kecil menengah, yang terlanjur diterima lewat program Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), sebagai kebijakan ekonomi pemerintah pusat.
Penilaian itu disampaikan Bambang Gembik, personil LSM Garda Terate Madiun, saat pihaknya bersama beberapa jurnalis media digital, melakukan konfirmasi kepada Bank BRI Cabang Madiun, Kamis (7/1). Dalam konfirmasi itu Bank BRI diwakili Herman Rusjadi, Assistant Manager Bank BRI setempat.
Menurut Gembik, nama lapangan Bambang Gembik, selain menyampaikan jawaban secara muleg, Herman Rusjadi juga terbaca mulai melempar tanggung jawab kepada pihak lain, yang dalam hal ini pihak Kementerian Koperasi dan UKM.
Kepada jurnalis Herman Rusjadi mengatakan, pembekuan rekening nasabah penerima BLT UMKM dalam program BPUM tersebut, atas dasar verifikasi ulang yang diminta beberapa pihak yang mengusulkan, termasuk Kementerian Koperasi dan UMK.
“Jadi kami (Bank BRI Cabang Madiun) hanya diminta melakukan verifikasi ulang terhadap penerima bantuan oleh Kemenkop dan UKM. Misalnya, kami mengirimkan foto lokasi maupun sosok penerima bantuan, kemudian kita kirim kepada Kemenkop dan UKM,” kata Herman Rusjadi.
Sementara menurut Indra Setyawan, Kepala Dinas Perdagkop dan UMKM setempat, bahwa verifikasi bagi wira usaha kecil menengah, sebagai syarat menerima bantuan tersebut, sesuai aturan, dilakukan kolegial antara BRI dan Kementerian Koperasi dan UKM sejak awal pem-verifikasi-an.
“Terkait bantuan itu, calon penerima bisa mendaftar di Disperdagkop atau BANK BRI setempat. Mengacu Permenkop tentang BPUM, yang menyetujui dapat atau tidaknya bantuan tersebut, adalah tim Kemenkop dan Bank BRI selaku penyalur dana,” jelas Indra Setyawan.
Sikap bernada bantahan soal verifikasi ulang hingga berujung dipenggalnya tanpa konfirmasi, sejumlah dana nasabah penerima bantuan juga ditegaskan Gembik.
“Nasabah yang sudah valid dan mendapat bantuan dana, dibilang tidak valid pada verifikasi berikutnya. Apakah saat verifikasi awal petugasnya gila. Kemudian verifikasi berikutnya diisi petugas yang waras. Apa begitu? Ini gak masuk akal, bahkan akal akalan ini namanya, Mas,” tukas Gembik dengan culasnya.
Terkait jumlah penerima bantuan dana BPUM di wilayah kota dan kabupaten setempat, pernyataan Herman Rasjadi, menurut Gembik juga berputar putar.
Di awal, Herman Rusjadi mengaku jumlahnya sebanyak 21.698 penerima. Namun saat dikonfirmasi ulang dia mengatakan, jumlah tersebut adalah targetnya. Sedangkan jumlah pihak yang menerima bantuan, hingga saat ini, tercatat baru mencapai 17 ribu orang, kurang sekitar 4 ribu orang.
Melihat jumlah itu Gembik menduga, tidak menutup kemungkinan jumlah korban tarik ulang dana bantuan BPUM, bahkan berujung tragis sang nasabah justru punya hutang Bank BRI, mencapai ribuan orang.
“Saya mendapat sampel tiga orang nasabah yang sudah jadi korban. Jika melihat jumlahnya begitu banyak, dimungkinkan jumlah korban bisa mencapai ribuan atau bahkan puluhan ribu,” teriak Gembik emosi.
Gembik yang saat itu langsung bertandang ke Kantor Kejaksaan Negeri Kota Madiun, guna menindak lanjuti kasus tersebut, masih terkendala para pejabat setempat yang tidak berada di tempat.
“Para pejabat banyak yang keluar kantor, Mas. Rapat dan ada keperluan lain,” tutur resepsionis Kejari Kota Madiun, yang dibenarkan sekuriti setempat.
Seperti diberitakan sebelumnya, para pelaku usaha kecil dan menengah di wilayah Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mendadak tidak mempercayai policy ekonomi pemerintah lewat Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang tersalurkan program bantuan langsung tunai (BLT) UMKM.
Hal itu baru disadari setelah bantuan yang sudah diterima usahawan kelas teri tersebut ditarik kembali pihak BRI, bahkan masih dikenakan kewajiban membayar sejumlah utang.
Sedikitnya tercatat 3 orang wira usaha berbagai bidang, yang dimintai konfirmasi jurnalis atas musibah yang menimpanya. Mereka masing masing Rini, warga Desa Klecorejo, Kecamatan Mejayan, Yuliana, warga Madiun dan Riana, warga Kecamatan Manguharjo, Madiun Kota.
Rini yang didampingi Yitno, suaminya, kepada jurnalis, Rabu (06/1), merinci kisah sedihnya yang diawali saat dia mendaftar BLT UMKM via daring pada Agustus tahun lalu.
Beberapa hari usai pendaftaran yang hanya berbekal nomor KTP nya itu, dia mendapat jawaban yang menyatakan pihaknya layak mendapat bantuan tersebut.
Bantuan sebesar Rp. 2.400.000 tersebut langsung nangkring di rekeningnya pada 15 Agustus 2020. Rini langsung mencairkan dana tersebut, lantaran segera digunakan untuk mengembangkan usahanya di bidang penjualan baju muslim secara online.
Namun sirnalah kegembiraan itu. Pasalnya, dana sebesar Rp. 1.200.000 yang ditransfer Winata, warga Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, yakni konsumen pemesan baju muslim, pada Senin (4/1), itu lenyap saat hendak dicairkan Rini.
“Jadi uang dari konsumen itu mau saya belanjakan untuk memenuhi pesanannya. Ternyata kartu ATM saya kosong. Bahkan saya malah dinyatakan punya hutang BRI sebesar Rp. 1.200.000,” ungkap Rini.
Makin memilukan saat dia meminta penjelasan kepada pihak BRI setempat, atas bencana yang dialaminya. Rini, menurut petugas BRI, sesuai verifikasi lanjutan ternyata tidak memenuhi syarat sebagai penerima bantuan.
Pihak BRI, menurut Rini, membekukan rekeningnya lantaran rekening tersebut terdaftar sebagai penerima bantuan, yakni Banpres Produktif Usaha Kecil (BPUM) yang tersalurkan lewat program BLT UMKM.
“Bantuan itu tidak menyenangkan. Tapi malah menyusahkan. Bagaimana tidak, saya jadi pontang panting kalau begini ini. Masih dianggap punya hutang BRI lagi,” keluhnya.
Pihak BRI, menurut Rini, akan mengaktifkan kembali rekening bank nya jika dia sudah mengembalikan utangnya kepada BRI sebesar Rp. 1.200.00.
Sementara LSM Garda Terate Madiun yang mendengar persoalan ini, langsung bereaksi keras dan segera melanjutkan laporannya ke Kejaksaan setempat.
Kepada jurnalis yang menemuinya terpisah, Bambang Gembik, personil LSM Garda Terate Madiun, menilai bantuan itu dapat dikatakan praktek ‘akal akalan’ pemerintah berkedok membantu.
“Bantuan pemerintah kepada pelaku usaha kecil lewat program BLT UMKM itu gratis. Cuma cuma alias hibah. La kok dibilang hutang oleh BRI. Katakanlah kalau benar nasabah hutang, apakah BRI punya bukti otentik yang menyatakan nasabah itu pinjam uang?,” bentak Gembik.
Lebih lanjut Gembik menyoroti cara BRI menagih pinjaman kepada nasabah, yang dlakulan dengan cara langsung memangkas dana dari rekening milik nasabah tanpa konfirmasi yang berhak.
Yang lain, cetus Gembik, bab pembekuan rekening nasabah dengan alasan yang bersangkutan tidak memenuhi syarat pada verifikasi lanjutan, dianggap sebagai alasan orang tidak waras.
“Begini ya. Kalau memang benar ada verifikasi lanjutan, itu artinya verifikasi pertama belum fix. Belum final. Lah kalau belum final kenapa uang bantuan kok sudah ditransfer kepada nasabah? Waras gak ini?,” hardiknya.
Sebagaimana dikutip Antara, Selasa (25/8/2020), Presiden Jokowi menegaskan, “Sekali lagi Banpres produktif ini perlu saya sampaikan ini adalah hibah, bukan pinjaman, bukan kredit, tapi hibah,?.
Disambung Gembik, kasus tersebut diduga menimpa ribuan pelaku usaha kecil dan menengah di wilayah Madiun, yang tertatih tatih mencari bantuan dana modal guna mengembangkan usahanya.
Sementara Asisten Manager Bisnis Mikro BRI Cabang Madiun, Herman, yang hendak dikonfirmasi jurnalis di kantornya, Jalan Pahlawan Madiun, ternyata tidak berada di tempat.
“Bapak tidak ada di kantor. Sedang pergi keluar kantor,” tutur pria gendut, yang enggan namanya di online kan, namun bersedia disebut posisinya sebagai Resepsionis BRI setempat.
Resepsionis itu juga enggan memberikan nomor seluler Herman, saat diminta jurnalis untuk konfirmasi, dengan alasan pihaknya tidak mengetahui seluler Herman.
Untuk menuntaskan kasus ini, LSM Garda Terate Madiun, menurut Gembik, segera mengumpulkan bukti bukti dari para korban untuk secepatnya dimasukkan ke Kantor Kejaksaan setempat, sebagai laporan. (fin)