Menurut lama resminya, Sriwijaya Air mengangkut lebih dari 950.000 penumpang per bulan, dari pusatnya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta ke 53 destinasi di Indonesia dan tiga negara regional.
Bisnis utama Sriwijaya Air adalah menyediakan transportasi penumpang dan kargo baik di wilayah nasional maupun regional.
“Sriwijaya Air yang berbasis di Jakarta berhasil melewati krisis global di tahun 2008 tanpa mengalami kerugian bisnis. Bahkan memperluas layanan ke wilayah timur Indonesia dengan banyak tambahan pesawat baru,” tulisnya.
Untuk diketahui maskapai ini pernah lolos dari pailit dengan utang hingga Rp7,3 triliun.
Sebagai pebisnis yang sudah lama berkecimpung di industri penerbangan, tentunya Hendry Lie memiliki kekayaan.
Namun tidak ada keterangan dari harta yang dimilikinya. Menimbang Hendry juga bukan pejabat negara yang tidak wajib melaporkan kekayaannya kepada negara.
Tetapi, walaupun pernah mengalami pailit, perusahaan Sriwijaya Air mampu membayar awak kabinnya dengan gaji yang fantastis.
Sebelum terjun ke industri penerbangan, pria kelahiran Pangkalpinang tahun 1965 itu sempat berbinis di bidang garmen.
Hendry memiliki hubungan darah dengan Chandra Lie dan Andy Halim. Hendry Lie merupakan kakak kandung dari Chandra Lie. Sementara itu, Andy Halim dan Fandy Lingga merupakan adik-adiknya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang ditemukan, Tim Penyidik Jampidsus Kejagung telah meningkatkan status 5 orang saksi menjadi tersangka sehingga total tersangka menjadi 21 orang termasuk perkara Obstruction of Justice.
Kelima orang tersebut di antaranya, HL selaku Beneficiary Owner PT TIN, FL selaku Marketing PT TIN, SW selaku Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2015 hingga 2019, BN selaku Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejak 2019, dan AS selaku Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2020 hingga 2021 & Definitif hingga sekarang.
Tersangka HL selaku Beneficiary Owner PT TIN dan Tersangka FL selaku Marketing PT TIN dinilai telah turut serta dalam kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah fiktif dengan PT Timah Tbk dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut.
Selain itu, keduanya juga membentuk CV BPR dan CV SMS sebagai perusahaan boneka untuk melaksanakan kegiatan ilegalnya.
Mereka akan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (tim)