EDITOR.ID, Jakarta,- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengancam akan langsung memecat dosen yang terbukti melakukan penyebaran dan membawa ajaran paham radikal di kampus.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dengan tegas menolak adanya radikalisme di kampus. Nasir menyatakan setelah Hizbut Tahrir Indonesia (HIT) dibubarkan, maka yang terpapar radialisme harus menyatakan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Nasir tidak mau main-main sejumlah dosen di PTN sudah dia berhentikan.
Dalam kasus penyebaran paham radikal di kalangan kampus oleh sejumlah oknum PNS pengajar, Nasir mengatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Dosen dan aparatur sipil negara (ASN) yang terlibat kegiatan penyebaran paham radikal akan diberikan tindakan tegas.
Nasir juga mengatakan telah mengintruksikan para rektor agar memberhentikan sementara dosen atau petinggi kampus yang dianggap ikut serta dalam menyebarkan paham teroris.
Informasi mengenai keterlibatan pengajar di universitas maupun mahasiswa terus dipantau perkembangannya setiap sebulan atau tiga bulan sekali. Ia berharap agar pihak kampus menindak tegas siapapun yang memang teridikasi terlibat dalam terorisme.
Nasir mengatakan penyebaran paham radikalisme sekarang ini tidak hanya melalui kampus namun juga lewat media sosial.
“Saat ini, penyebaran radikalisme tidak hanya melalui kampus, namun langsung ke setiap individu melalui media sosial,” kata mantan Rektor Universitas Diponegoro ini.
Tujuh Kampus Disusupi
Menristekdikti juga meminta para rektor untuk mengawasi dengan lebih baik organisasi-organisasi yang memiliki potensi menyebarkan paham radikal di lingkungan kampus.
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyebut sebanyak tujuh kampus ternama yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Insitut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB) terpapar radikalisme.
Sejak 1983
Nasir menjelaskan paparan radikalisme di kampus berlangsung sejak 35 tahun yang lalu, tepatnya pada 1983.
Saat itu, pemerintah menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK), sehingga praktis kehidupan politik di kampus dilarang. Kekosongan tersebut diisi dengan kelompok yang menyebarkan paham radikal tersebut.
“Saya melihat tidak hanya tujuh kampus itu saja yang terpapar, potensinya besar,” kata Nasir.
Dia menambahkan, pihaknya pada tahun lalu, telah melakukan deklarasi antiradikalisme di kampus. Melalui deklarasi tersebut, dia meminta pihak kampus untuk menjaga kampusnya dari paham radikal tersebut.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) bersama pimpinan perguruan tinggi (PT) di seluruh Indonesia terus berupaya untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme di perguruan tinggi. Hal ini disampaikannya di sela-sela rapat koordinasi pengelolaan keuangan PTN. (tim)