Setelah Allah melihat bahwa mereka tidak mempunyai keperluan lagi, maka barulah mereka ditinggalkan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat, siksaan dan kenikmatan ditimpakan ke pada jiwa dan badan. Jiwa dapat merasa kan kenikmatan dan siksaan terpisah dari badan. Jiwa bisa merasakan kenikmatan dan siksaan dalam hubungannya dengan badan dan badan berhubungan dengannya.
Kenikmatan dan siksaan ditimpakan kepada keduanya dalam keadaan seperti ini bersama-sama. Sebagaimana jiwa yang bisa merasakannya sendirian.
Menurut Ibnu Qayyim, pendapat para ulama salaf mengatakan bahwa jika seorang yang sudah meninggal dan menjadi mayat, dia akan berada da lam kenikmatan atau siksaan. Hal ini akan dialami roh dan badannya.
Roh tetap kekal setelah berpisah dari badan lalu mendapat kenikmatan atau siksaan. Ia terkadang berhubungan dengan badan sementara badan bersama roh mendapatkan kenikmatan atau siksaan.
Pada hari kiamat kubra, semua roh dikembalikan ke badan dan mereka bangkit dari kubur untuk menghadap Rabbul alamin.
Hanya, bagaimana kunci untuk menempati alam kubur yang nyaman dan bebas dari siksaan? Al-Baihaqi mengungkapkan, amal shaleh akan mem buat nyaman tempat tinggal di alam kubur.
“Dan, barang siapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan).” (QS ar-Ruum [30]: 44).
Merujuk pada pendapat mujahid, tempat menyenangkan yang dimaksud ialah ‘kediaman’ yang nyaman selama di alam barzakh.
Fakta ini juga dipertegas dalam hadis riwayat Abu Hurairah. Disebutkan bahwa ketika mayat telah diletakkan di kuburannya, ia mendengar gesekan sandal handai tolan yang meninggalkannya sendirian.
Bila ia orang beriman maka amalan sha lat akan berada di atas kepalanya, puasa di sebelah kanannya, dan zakat ada di samping kirinya. Sedangkan, amalan lainnya, seperti sedekah, silaturahim, dan perbuatan baik ada di sekitar kedua kakinya.
Masing-masing akan menjadi saksi dan pelindung baginya. Wallahu a’lam. (mui.or.id)