EDITOR.ID, Bandung – Rencana pemerintah melakukan impor beras sebaiknya perlu mengacu kepada kondisi di lapangan. Pasalnya, jika hanya berdasarkan kebijakan atau regulasi dapat berubah-ubah.
Anggota Komisi II DPRD Jabar, Faizal Hafan Farid mengungkapkan, kebijakan impor beras harus bersifat teknis karena panen tengah berlangsung seperti disampaikan Badan Urusan Logistik (Bulog). Oleh karena itu, pemerintah perlu memahami kondisi para petani lantaran menanam padi tidak mudah ditambah harga pupuk dan bencana banjir.
?Jika ada petani yang berhasil panen dalam kondisi seperti itu seharusnya pemerintah bersyukur,? ungkapnya, Senin (22/3).
Menurut dia, ketika para petani mampu mengatasi persoalan banjir dan mahalnya harga pupuk menjadi pencapaian luar biasa. Di samping itu, jika rencana impor beras benar dilakukan otomatis secara nasional harga beras turun karena para tengkulak sangat cerdas.
?Mungkin ada sebagian ada yang gagal tapi ada juga yang sukses dan tetap eksis. Karena para tengkulak mengambil manfaat sejak awal penanaman padi,? tuturnya.
?Sekarang panen yang tadinya pengen dijual dengan harga Rp4.000 perkilogram gabah, tapi boro-boro segitu hanya Rp3.300. Jauh banget kan,? tambahnya.
Faizal menilai harga tersebut tidak cukup untuk menutupi biaya operasional dan pembelian pupuk. Sehingga, kebijakan impor beras dinilai tidak berpihak kepada para petani.
?Pemerintah juga bilang anti barang asing atau impor. Tapi kalau sama beras itu cinta,? ujarnya.
Oleh karena itu, perlu ada penyampaian kepada publik secara bersama-sama bahwasanya pemerintah peduli kepada para petani. Akan tetapi, nasib dan kesejahteraan petani juga harus diperhatikan.
?Yang tadinya pemerintah ada dana untuk membeli beras impor seharusnya bisa juga dimanfaatkan untuk pembelian ke masyarakat jadi dipermudah dan dikelola. Kalau cerita tidak jadi impor beras itu biasa-biasa saja menurut saya. Petani kondisinya tetap saja tidak diuntungkan,? tukasnya.?