EDITOR.ID, Jakarta,- Lika liku kongkalikong antara pejabat, kepala daerah dengan swasta makin membuat kita miris. Jalan Malioboro yang berusaha dilestarikan sebagai kawasan cagar budaya pun dihajar akan dijadikan kawasan komersial bangunan apartemen modern.
Untuk memuluskan rencana tersebut, pihak swasta yakni Summarecon harus “membeli” kekuasaan dari Walikota dan pejabat penerbit ijin di kota Yogyakarta.
Namun rencana jahat mereka akhirnya tercium dan terungkap. Sang Walikota Yogyakarta periode 2017-2022 Haryadi Suyuti langsung dibekuk dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lembaga antirasuah ini lalu memaparkan kronologis penyuapan yang melibatkan Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022 Haryadi Suyuti dengan PT Summarecon Agung.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan pihaknya menyita puluhan ribu dolar Amerika Serikat dari operasi tangkap tangan (OTT) Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022 Haryadi Suyuti.
Alex menyampaikan uang itu diduga suap dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Oon Nusihono untuk Haryadi Suyuti.
Suap senilai USD 27.258 itu diduga terkait dengan perizinan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro.
“KPK mengamankan bukti berupa uang dalam pecahan mata uang asing sejumlah sekitar USD 27.258 yang dikemas dalam tas goodiebag,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (3/6).
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Haryadi dan Oon sebagai tersangka.
Selain itu, Nurwidhihartana selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Yogyakarta dan Triyanto Budi Yuwono selaku Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi Suyuti juga ditetapkan tersangka.
Alexander memaparkan kasus dugaan suap ini bermula pada 2019.
Saat itu, Oon selaku Vice President Real Estate PT Summarecon melalui Dandan Jaya selaku Dirut PT Java Orient Property yang merupakan anak usaha Summarecon mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) mengatasnamakan PT Java Orient Property untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.
KPK mengamankan bukti berupa uang dalam pecahan mata uang asing sejumlah sekitar USD 27.258 yang dikemas dalam tas goodiebag. Uang tersebut jika ditaksir dalam rupiah sekitar Rp 400 juta lebih (dalam kurs Rp15.000 per USD).
Proses permohonan izin kemudian berlanjut pada 2021. Untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon Nusihono dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti.
“Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon Nusihono) dan HS (Haryadi Suyuti) antara lain HS berkomitmen akan selalu mengawal permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung,” kata Alex.
Syarat Tak Terpenuhi Disumpel dengan Uang
Dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuhi, antara lain terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
Haryadi Suyuti yang mengetahui ada kendala tersebut, kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.
Uang Diserahkan Melalui Ajudan Walikota
“Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari Oon untuk Haryadi melalui ajudannya, Triyanto dan Nurwidhihartana.
Pada 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT. Java Orient Property akhirnya terbit.
Oon kemudian menyerahkan uang sebesar USD 27.258 kepada Haryadi melalui Triyanto dan Nurwidhihartana.
Oon datang ke Yogyakarta untuk menemui Haryadi di rumah dinas jabatan Wali Kota dan menyerahkan uang yang dikemas dalam tas goodie bag.
“Selain penerimaan tersebut, HS (Haryadi) juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan izin IMB lainnya dan hal ini akan dilakukan pendalaman oleh tim penyidik,” papar Alex.
Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto selaku tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Oon Nusihon selaku tersangka pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (tim)