EDITOR.ID, Jakarta,- Jual beli saham PT Gunung Bayan Pratama Coal Tbk antara pemilik awal Almarhum Haji Asri dengan pemilik baru, Low Tuck Kwong pada tahun 1997 silam ternyata berujung sengketa. Pasalnya, jual beli tersebut hingga kini, kabarnya diduga belum juga dibayar lunas.
Klaim ini disampaikan ahli Waris almarhum Haji Asri yakni Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha. Keduanya kini berusaha mencari keadilan atas kasus yang dialaminya.
Hingga mereka mengirim surat tembusan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) segala. Kedua ahli waris ini mengadu minta perlindungan hukum dalam masalah jual beli saham bisnis eksplorasi batu bara.
?Saya sudah berkirim surat ke Dirut Bayan Resources, Tbk, namun hingga kini belum ditanggapi,? ujar Muhammad Rasyid Ridha kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/5/2022)
Awalnya ahli waris yang diwakili Muhammad Rasyid Ridha menagih ke Low Tuck Kwong atas pelunasan jual beli saham PT Bayan Resources,Tbk yang belum dilunasi dengan orang tua mereka.
?Kami sudah menanti sekitar 22 tahun untuk penyelesaian hutang sisa pembayaran dari Low Tuck Kwong. Hingga saat ini belum juga dibayar,?? cerita Rasyid, salah seorang ahli waris putra dari almarhum Haji Asri.
Menurut Rasyid, kasus bermula ketika saham kepemilikan PT Gunung Bayan Pratama Coal diambil alih oleh pemilik baru Low Tuck Kwong dari pemilik semula Alm Haji Asri pada tahun 1997 silam. Namun dalam perjanjian jual beli saham batu bara itu masih menyisakan sisa pembayaran yang belum dilunasi.
Lebih jauh Muhammad Rasyid Ridha mengatakan, telah diadakan perjanjian jual beli saham dengan harga Rp5 milyar. Namun hingga saat ini baru yang dibayarkan sebesar Rp3,5 milyar.
?Sisanya, yang Rp1,5 miliar belum dibayar oleh Low Tuck Kwong,? ujar Rasyid.
Sesuai dengan pasal kontrak perjanjian penjualan saham, lanjut Rasyid maka sisanya akan dilunasi dengan ketentuan perpanjangan waktu kedua selama 30 hari.
?Namun hingga kini selama 22 tahun belum ada pembayaran sisanya. Bila dihitung dari biaya produksi hingga harga jual per ton maka akan diperoleh keuntungan bersih sebesar US$25,35 per ton dengan harga jual batubara rata-rata US$80 per ton,?? ceritanya lagi.
Dari perhitungan di atas maka keuntungan bersih US$25.35 dikalikan 30 persen saham ahli waris maka diperoleh US$7,6 per ton, kemudian dikalikan cadangan batubara PT Gunung Bayan Pratama Coal sebesar 343 juta ton maka diperoleh angka US$2,606.800.000 atau setara Rp37.277 triliun dengan kurs dolar Rp14.300,? jelasnya.
Ketika ditanya apakah sisa pembayaran tidak dibayarkan ke PT Gunung Bayan Pratama Coal ini akibat dipakai untuk pembayaran pajak atas kegiatan di tambang?
Rasyid, dengan tegas mengatakan sebelum ada perjanjian jual beli saham ada perjanjian dasar mengenai kegiatan eksplorasi awal.
?Dalam perjanjian tersebut kegiatan eksplorasi pengeboran dan penggalian adalah sepenuhnya biaya yang dikeluarkan ditanggung ICP (perusahaan milik Low Tuck Kwong) baik dari permodalan, pelaksanaan kegiatan, dan pajak-pajak,” paparnya.
?Sewaktu perjanjian jual beli saham dibuat, kondisi tambang masih dalam tahap eksplorasi masih jauh dari tahapan produksi sehingga tidak logis dibebani pajak,? kata Rasyid menambahkan.
Belakangan ini Bayan Resources Tbk memang sedang dirundung sejumlah masalah. Mulai dari akusisi PT Gunung Bayan Pratama Coal hingga persoalan CSR, bahkan juga terakhir kalah berperkara sampai ke tingkat di Makamah Agung dengan perusahaan tambang berlokasi desa Sinyur Kabupaten Kutai Timur.
Ditempat terpisah Anjaya, selaku Koordinator Jaringan Muda Kalimantan menambahkan, kontroversi Bayan Resources ini masih ditambah lagi dengan klaim perusahaan yang membeli 9 Kuasa Pertambangan (KP) akhir tahun 2010 lalu senilai US$325,6 juta, atau setara Rp2,9 triliun (dengan kurs sekitar Rp9.000-an ketika itu).
?Padahal KP yang dibeli Bayan Resources itu banyak yang bodong. Artinya, untuk mengakuisisi tidak mungkin nilainya mencapai triliunan rupiah. Cukup dengan miliaran rupiah,?? kata Anjaya lagi.
Transaksi ini tidak akan terjadi apabila tidak ada dukungan oknum di Pemda Kabupaten, Provinsi, dan Kementerian ESDM. ?Ini tentu merugikan rakyat dan Pemerintah RI karena melanggar regulasi,?? ujar Anjaya lagi.
Program CSR Tidak Tepat Sasaran
PT Bayan Resources Tbk dipertanyakan komitmennya terhadap penggunaan Dana CSR yang digelontorkan ke tiga perguruan tinggi di P. Jawa. ?Padahal perusahaan itu beroperasi di Kalimantan Timur,?? Kata Anjaya di Samarinda.
Menurut Anjaya, bermula dari beredarnya kabar tentang Dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang diberikan oleh PT Bayan Resource senilai Rp200 miliar kepada tiga perguruan tinggi yang berada di P. Jawa, masing-masing Universitas Indonesia, ITB, UGM Jogja. Kabar itu dianggap mencederai perasaan masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim).
Bisa dimengerti kekecewaan masyarakat Kaltim. Maklum, selama ini PT Bayan Resources – yang bergerak di bidang usaha pertambangan batubara ? beroperasi di wilayah Kaltim.
Tak heran kalau terjadi aksi massa yang terdiri dari beberapa ormas di Kaltim menuntut agar bantuan CSR yang dikeluarkan oleh PT Bayan Resources itu ditinjau Kembali.
?Produksi PT Bayan Resources terus meningkat, keuntungan mereka juga bertambah. Tetapi kemana dana CSR untuk warga Kaltim?,?? ujar Anjaya, yang juga salah seorang aktivis lingkungan yang mempertanyakan komitmen PT Bayan Resources terhadap upaya meningkatkan kesejahteraan warga lokal.
Pekan lalu, 17 Mei 2022, Kantor DPRD Kaltim di Samarinda didatangi oleh massa sejumlah ormas. Mereka meluapkan kekecewaan mereka kepada wakil rakyat di sana.
Massa yang tergabung dalam Majelis Organisasi Daerah Nasional (MODN) meminta kepada DPRD Kaltim untuk meninjau dan mengevaluasi kembali Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang beroperasi di wilayah Kaltim, khususnya dalam hal penyaluran Dana CSR PKP2B agar tidak terjadi pelanggaran dalam pemanfaatannya.
?Bagi perusahaan yang tidak patuh memenuhi PKP2B, kami minta dihentikan kegiatan operasionalnya,?? kata Anjaya.
Ia berharap Dana CSR dari perusahaan tambang yang beroperasi di sana dapat terserap untuk warga Kaltim.
Terkait Dana CSR telah disalurkan melalui sebuah yayasan untuk tiga perguruan tinggi yaitu, UI, ITB dan UGM. Dalam pertemuan di ruang Rapat DPRD jawaban Humas Bayan Resources dinilai tidak memuaskan.
Bahkan, salah seorang peserta aksi massa dari Ormas Dayak, Kutai, dan Banjar (Dakuba) sempat menggebrak meja dihadapan perwakilan perusahaan PT Bayan Resources dan DPRD Kaltim.
?Kami yang berada di Tabang masyarakatnya tetap miskin. Padahal ada 19 desa di sana yang masuk dalam wilayah konsesi (Bayan Resources). Apa yang warga dapatkan? Tidak ada!? ungkap kesalnya.
Ia juga mengungkapkan dampak dari usaha tambang, membuat Tabang kini mudah banjir, kolam galian bekas tambang yang dikelola Bayan ada di mana-mana.
Sarkowi, anggota Komisi III DPRD Kaltim, juga menyayangkan langkah pimpinan Bayan Resources. ?Seharusnya bantuan pribadi juga bisa diberikan kepada warga Kaltim. Karena usahanya ada di Kaltim,?? katanya.
Rinto, Ketua Umum Badan Koordinasi HMI Kaltim-Tara juga angkat bicara. Ia menyatakan apa yang dilakukan oleh pimpinan Bayan Resources menggelontorkan dana CSR kepada perguruan tinggi di P. Jawa adalah keliru.
Menurut Rinto, jika mengacu pada PP. No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, harusnya yang diprioritaskan adalah perguruan tinggi ada di Kaltim, sehingga dampaknya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat, tegasnya.
Selanjutnya Rinto menyampaikan akan melakukan aksi unjuk rasa lanjutan bersama kader HMI dan aliansi masyarakat Kaltim. “Kami telah berkoordinasi kepada seluruh kader HMI dan menyerukan untuk kembali melakukan aksi masa di depan kantor Bayan Resources,??katanya lagi.
Aksi unjuk rasa itu merupakan langkah konkrit guna menyampaikan aspirasi masyarakat Kaltim. ?Berbisnis kan ada aturan main. Jika mereka (Bayan Resources) mengambil hasil alam di Kaltim, setidaknya ada kepedulian untuk masyarakat Kaltim, bukan justru ke daerah lain. Ini melukai hati 3 juta lebih masyarakat kaltim,” tuturnya.
Hingga berita ini diturunkan EDITOR.ID belum mendapatkan konfirmasi dari pihak Bayan Resourches Tbk (tim)