EDITOR.ID, Jakarta,- Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi berpotensi bisa saja diperiksa dalam kasus penerbitan persetujuan ekspor fasilitas crude palm oil (CPO) atau mafia minyak goreng. Kasus ini bakal menyeret sejumlah nama.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah menyampaikan pihaknya masih terus mendalami kasus mafia minyak goreng.
Kejaksaan Agung telah memeriksa 19 Saksi, 596 dokumen dan saksi Ahli. Namun Kejagung tak sampai disini mengembangkan kasusnya. Nantinya, pihaknya bakal memanggil sejumlah pihak yang dianggap mengetahui perkara tersebut.
Termasuk, kata Febrie, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi jika dibutuhkan untuk mendalami perkara tersebut. “Kita lihat hasilnya lah. Ini kan berkembang terus nih, siapa di penyidikan akan kita panggil,” kata Febrie di Kejaksaan Agung RI, Jakarta pada Rabu (20/4/2022).
Febrie memastikan pihaknya tidak akan pandang bulu untuk memeriksa siapa pun yang terlibat dalam kasus mafia minyak goreng.
Termasuk, jika ada keterlibatan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.
“Pasti siapa pun yang terkait akan diperiksa,” pungkasnya.
Sebelumnya Kejaksaan Agung akhirnya mengungkap teka-teki dalang yang bermain di balik mafia minyak goreng. Modusnya, Kemendag diduga memberi fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng, pada Januari 2021 sampai Maret 2022 yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng.
Dalam kasus ini empat orang ditetapkan jadi tersangka. Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indrasari Wisnu Wardhana dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group.
Lalu, Togar Sitanggang General Manager PT Musim Mas dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parulian Tumanggor.
Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan pengungkapan ini bermula dari langka dan mahalnya minyak goreng di dalam negeri.
Atas kelangkaan itu, Kemendag melakukan kebijakan Domestic Market Obligation dan Domestic Price Obligation terhadap perusahaan yang ingin mengekspor minyak sawit.
Namun, dalam pelaksanaannya perusahaan ternyata tidak mematuhi kebijakan itu, namun Kemendag tetap memberikan persetujuan ekspor. ?Atas perbuatan tersebut diduga negara mengalami kerugian,? kata Jaksa Agung.
Dia mengatakan penyidik menduga para tersangka telah melakukan komunikasi yang intensif dengan Wisnu. Dari komunikasi itu, Permata Hijau Group, PT Wilmar, PT Multimas Nabati Asahan dan PT Musim Mas bisa mendapatkan persetujuan ekspor.
Menurut Burhanuddin, penetapan tersangka itu setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.