EDITOR.ID, Bandung – Masih ingat kasus gagal bayar Koperasi Persada Madani (KPM) yang terkuak tahun 2015, rupanya masih menyisakan permasalahan.
Puluhan nasabah yang sampai saat ini memperjuangkan uangnya kembali menyampaikan mosi tidak percaya terhadap kinerja kurator Balai Harta Peninggalan (BHP) Jakarta dan kurator tambahan yang memproses pemberesan kepailitan KPM.
” Ada 60 nasabah dengan akumulasi uang yang menjadi hak mereka itu sekitar 12,5 miliar rupiah, ” ujar Heytman Jansen kuasa hukum nasabah, pada acara jumpa pers di salah satu cafe,dikawasan Leuwi Panjang, Bandung, Senin ( 13/09/21).
KPM merupakan koperasi simpan pinjam. Koperasi ini berkantor pusat di Bandung dan memiliki berbagai kantor cabang di daerah lain. Masalah muncul lantaran KPM sudah tidak mampu mengembalikan pokok dari simpanan berjangka berikut keuntungan jasa simpanan.
Selama hampir 5 tahun lebih puluhan nasabah tersebut menanti kepastian pengembalian uang mereka dari proses kepailitan KPM.
Sebelumnya disebutkan Jansen tahun 2015 telah ada perdamaian antara nasabah dan KPM melalui mekanisme Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) namun realisasi pembayaran ke nasabah nihil.
” Selama 18 bulan setelah perdamaian tidak ada realisasi pembayaran ke nasabah. Dari situ nasabah membatalkan perdamaian,” ujarnya.
Dijelaskan Jansen dalam proses kepailitan pihaknya menilai kinerja kurator dari BHP Jakarta dan kurator tambahan tidak objektif dan transparan.
Dicontohkannya kurator tidak bisa mendapatkan bukti transaksi dari jual gadai gedung kantor pusat KPM di jalan Kota Baru nmor 26, Sawah Kurung,Kota Bandung serta adanya rumah dari pengurus KPM yang dijadikan alat pembayaran untuk pinjaman pribadinya kepada KPM belum bisa jadi aset KPM.
” Padahal amanat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentabg PKPU dan Kepailitan jelas seharusnya kurator melakukan pemberesan aset yang sudah ditetapkan sebagai harta pailit dan menggali aset-aset yang belum ditetapkan,” bebernya.
Senada dengan Jansen, Atin Nurhayati kordinator 60 nasabah tersebut sekaligus panitia kreditur menyampaikan kecewa dengan upaya perdamaian yang telah dilakukan.
” Seolah hololigasi (perdamaian) hanya untuk melindungi diri dari kewajiban tapinya nyatanya gagal. Sehingga saya dan nasabah lainnya melakukan upaya pembatalan homoligasi yang otomatis secara ketentuan berakibat pailit,” tuturnya.
Kekecewaan Atin selaku nasabah juga menguat atas kinerja kurator yang tidak melakukan pemberesan aset pailit yang sudah ditetapkan pengadilan dan tidak adanya pelaporan kurator yang harus dilakukan setiap tiga bulan.
Soal kinerja kurator lanjut Atin, pihaknya telah telah membuat surat mosi tidak percaya kepada kurator BHP Jakarta , kurator tambahan dan lembaga terkait lainnya.
Lebih jauh Atin juga akan melibatkan Kepolisian untuk menelusuri aset-aset Kepailitan dari PKM. Langkah ini ditempuh lantaran diduga ada kejanggalan dalam hal pemberesan aset pailit ditambah sebelumnya ada oknum pihak KPM yang telah diproses hukum pidana.
” Banyak yang janggal belum lagi sudah ada tindak pidana tersangkanya dua orang telah di vonis hukuman 12 dan 10 tahun. Tindak pidananya penipuan,penggelapan juga TPPU. Malah masih ada yang DPO. Makanya kita sudah diskusi dengan kuasa hukum akan membuat laporan ke Mabes Polri. Biar nanti penyidik menelusuri permasalahan aset-asetnya, ” pungkasnya.