EDITOR.ID, Padang,- Kelompok misterius secara massif memanfaatkan media sosial untuk terus mendiskreditkan Kepala Negara Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dari mulai isu PKI hingga menuding Jokowi anaknya orang Singapura. Sebuah isu murahan tersebut susah dinalar. Namun isu ini sempat dimakan mentah-mentah sebagian masyarakat awam.
Presiden Jokowi pun perlu kembali menanggapi isu atau fitnah yang menyebut dirinya terlibat PKI (Partai Komunis Indonesia).
Presiden Jokowi mengatakan hal tersebut saat meresmikan pembangunan Pesantren Modern Terpadu (PMT) Prof Dr Hamka II di Aiapacah, Kecamatan Kototangah, Padang, Sumbar. Di kawasan pesantren modern ini ada SMP, SMA, rumah susun dan masjid.
Saat peresmian ponpes, Jokowi memuji Prof Dr Hamka atau Buya Hamka sebagai tokoh besar di tanah Minang. â€Saat kita mengingat perjalanan hidup Buya Hamka, maka kita akan mengingat almarhum adalah tokoh besar Islam bagi masyarakat Minang, masyarakat Indonesia dan bahkan di mancanegara,†kata Jokowi.
Dalam kunjungannya kali ini, Jokowi juga menjawab isu-isu yang menyerang dirinya, mulai dari isu soal PKI hingga anak orang Singapura. “Saya lahir tahun 1961, PKI itu dibubarkan 1965. Artinya saya masih balita, masih umur 3,5 tahun. Kan enggak mungkin ada balita PKI. Logikanya enggak masuk,†ujar Presiden.
Identitas orangtuanya, lanjut Presiden, sekarang gampang dicek, sangat mudah. “Tanyakan saja di masjid di dekat rumah saya. Siapa orangtua saya, siapa kakek nenek saya, siapa saya gampang banget,†ujarnya. â€Sekarang ini semua terbuka, tidak ada yang bisa ditutup-tutupi. Eggak ada,†tegasnya.
Soal isu dirinya anak Ang Hong Liong, China dari Singapura, Presiden mengatakan, dirinya harus menjawab hal ini karena nanti bisa ke mana-mana. Presiden Jokowi menegaskan, bahwa ibunya itu orang desa, orang desa betul.
“Bapak saya dari Kabupaten Karanganyar, ibu saya dari kabupaten Boyolali. Orang desa semuanya,†ungkap Presiden seraya mengakui, bahwa dirinya juga bukan orang politik. “Saya dari kampung,†sambungnya.
Menurut Presiden, kalau isu-isu seperti itu diteruskan, maka tidak produktif. Energi habis untuk menjawab, tapi harus dijawabnya sehingga tidak melebar ke mana-mana.
“Mestinya kita ini kita ini husnul tafahum bukan suul tafahum. Kalau suul tafahum itu gampang menduga, gampang berprasangka jelek, gampang berprasangka buruk, melihat sesuatu dengan pikiran negatif,†kata Presiden.
Sementara kalau husnul tafahum, menurut Presiden, selalu berpikiran positif, lalu berpikiran dengan kecintaan, tidak ada prasangka prasangka buruk. Oleh sebab itu, semua pihak harus selalu berpikir positif, bekerja produkif, sehingga bisa bersama-sama mengejar ketertinggalan dari negara tetangga.
Seharusnya, kata Presiden Jokowi, kita konsentrasi membangun infrastruktur, bangun bandara, bangun kereta api bandara dan bangun jalan tol. â€Nanti tahapan kedua kita ingin membangun sumber daya manusia ke depan,†imbuhnya. (tim)