EDITOR.ID, Jakarta,- Ahli hukum pidana Dr Urbanisasi menyatakan bagi siapa saja yang menyebarkan konten simbol atau atribut Front Pembela Islam (FPI) yang sudah dilarang pemerintah bisa dipidana. Namun ada beberapa aturan dan ketentuan yang harus terpenuhi.
“Pertama konten tersebut disebarkan melalui media sosial dan dibumbui dengan opini penghasutan, penghinaan dan ujaran kebencian kepada pemerintah, maka si pembuat konten dan penyebarnya bisa dikenakan UU ITE,” ujar Dr Urbanisasi kepada EDITOR.ID di Jakarta, Senin.
Penyebar bisa dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016. Berikut bunyi pasal dan ancaman pidananya:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kenapa penyebaran konten FPI bisa dikaitkan dengan pidana? Menurut Urbanisasi ada dua faktor penyebabnya. Pertama niat dan kedua motivasi.
“Ketika kelompok FPI ini dilarang maka si penyebar atribut atau simbol FPI ke media sosial atau media online pasti punya maksud tertentu, dan pada umumnya tujuan atau niatnya untuk mendegradasi keputusan pemerintah melarang kelompok yang bukan ormas ini,” paparnya.
Menurut Urbanisasi, saat ini di media sosial sangat marak sekali narasi-narasi konten yang dibuat baik di youtube dan twitter yang bernada negatif dan semi menghasut.
“Mereka sering melengkapi pernyataan mereka dengan simbol-simbol yang sudah dilarang pemerintah dengan niat dan tujuan untuk “melawan” ketentuan hukum yang sudah diputuskan pemerintah berdasarkan Undang-Undang,” kata Staf Pengajar Pasca Sarjana Universitas Tarumanagara ini.
Bahkan pertentangan di media sosial antar netizen bisa menjurus kepada ancaman perpecahan bangsa.
Menurut Urbanisasi, kebijakan pemerintah melalui enam menteri membubarkan kelompok Front Pembela Islam (FPI) yang liar dan tidak berbentuk organisasi resmi ini sudah final. “Namun ada kelompok tertentu yang punya agenda lain berusaha membangun opini dan narasi seolah pemerintah melanggar UU, seolah pemerintah otoriter dan juga membangun opini seolah penggunaan atribut FPI tidak dilarang hukum dan bukan perbuatan pidana,” katanya.