EDITOR.ID – Jakarta, Terdakwa kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Hary Prasetyo membacakan pleidoi atau atau hak untuk mengajukan pembelaan perihal tuntutan pidana penajara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar kepadanya.
Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 ini mengaku keberatan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
“Hal paling menyedihkan bagi saya adalah ketika yang terhormat JPU membacakan surat tuntutannya, di mana saya dituntut pidana penjara seumur hidup, yang berarti tidak ada satupun kebaikan atau hal yang meringankan dari diri saya. Apakah yang ringan hanya karena saya belum pernah ditahan?” ujar Hary saat membacakan pleidoi di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Selasa (29/9/2020).
Hary menuturkan, ia memiliki peran dalam menyehatkan dan membesarkan Jiwasraya selama satu dekade.
“Apakah saya seperti pembunuh berdarah dingin yang memutilasi korbannya lalu membuang di tong sampah, atau saya sebagai pembunuh orang secara massal, atau saya seperti gembong narkoba yang mengedarkan narkotika ber ton ton besarnya sehingga saya harus dituntut seumur hidup?” tutur Hary melanjutkan pleidoinya.
Ia juga menyesalkan, saksi-saksi kunci tak pernah dihadirkan di persidangan. Karenanya, ia menyebut tuntutan tersebut merupakan kriminaliasi terhadap dirinya maupun indusri asuransi.
“Sekali lagi hal ini sungguh-sungguh merupakan kriminalisasi terhadap saya, terhadap Jiwasraya, terhadap industri asuransi secara umum dan pasar modal secara khusus,” ungkapnya lagi.
Selain meminta keringanan hukuman, Hary juga menyebut mantan Menteri BUMN Rini Soemarno.
“Saya diceritakan dari media bahwa yang melaporkan kasus investasi Jiwasraya adalah Ibu Meneg BUMN Rini Soemarno sendiri kepada pihak-pihak aparat hukum, beberapa saat sebelum beliau lengser dari jabatannya. Ibu menteri menjabat sejak 2015 sampai 2019, jika memang Jiwasraya bermasalah (cadangan dan investasi) kenapa kami ketika periode tersebut tidak dipanggil untuk ditegur, dimarahi atau dijewer untuk memperbaiki masalah tersebut. Tidak, Ibu menteri mungkin memilih jalur hukum. Aneh, kejanggalan kejanggalan di atas ada apa sebenarnya?” kata Hary.
Hary menuturkan Direksi baru pilihan Rini juga tidak memiliki pengalaman di bidang asuransi. Dia menyebut direksi baru yang dipilih Rini saat itu hanya membuat Jiwasraya semakin hancur.
“Direksi baru, terutama Direktur Utama yang dipilih oleh Ibu Meneg BUMN pada tahun 2018, belum pernah memiliki pengalaman menjabat sebagai Direktur Utama. Apalagi bidang asuransi jiwa. Tidak ada. Saya menilai Direksi baru hanya ditugaskan untuk mengebom atau menghancurkan rumah (Jiwasraya) daripada memperbaiki sesuatu hal prinsip dan struktural yang dianggap perlu,” pungkasnya.