EDITOR.ID, Jakarta,- Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terungkap dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum bahwa terdakwa Pinangki Sirna Malasari menyeret nama Burhanuddin dan Hatta Ali dalam proposal action plan untuk tersangka Djoko Soegiharto Tjandra.
Nama kedua pejabat tinggi hukum di negara ini masuk dalam rencana Jaksa Pinangki untuk mendapatkan fatwa pembebasan Djoko Tjandra atau yang mereka sebut sebagai proposal “Action Plan” saat berkolusi dengan pengacara Anita Kolopaking dan politisi Nasdem Irfan Jaya.
Proposal action plan tersebut dibuat agar Djoko Soegiharto Tjandra mendapatkan fatwa MA dan tidak dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus tindak pidana korupsi cessie Bank Bali.
Dalam kasus ini, hakim sudah menjatuhkan vonis hukuman 2 tahun penjara untuk Djoko Tjandra.
Dalam persidangan, terungkap ada 10 tahapan untuk mendapatkan fatwa MA yang tertuang di dalam proposal action plan terdakwa Pinangki Sirna Malasari.
Benarkah kasus yang menjerat Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari memang berkaitan dengan banyak oknum dan nama-nama besar?
Dekan Fakultas hukum UGM Sigit Riyanto mengungkap bahwa dakwaan Jaksa adalah dokumen formal yang merupakan konstruksi terhadap suatu peristiwa hukum yang dibuat oleh otoritas yang berwenang dalam hal ini adalah Kejaksaan.
“Dokumen formal itu yang sudah dibacakan JPU yang merupakan konstruksi peristiwa hukum itu akan menjadi dokumen yang kredibel dipercaya, di hadapan hakim dan dihadapan masyarakat dengan memenuhi kriteria, standar dan syarat tertentu,” ujar Sigit Riyanto sebagaimana dilansir dari Kompas TV melalui youtube.
Secara umum apabila dakwaan atau dokumen formal yang disiapkan oleh kejaksaan di hadapan pengadilan adalah sebuah konstruksi hukum terhadap fakta-fakta hukum yang logis, koheren, lengkap, akurat, dan obyektif tentu tidak akan menimbulkan pertanyaan dan keraguan terkait fakta yang diungkap karena menyangkut kredibilitas di hadapan hakim maupun dihadapan publik.
“Nah langkah selanjutnya akan dilakukan bahwa apakah dokumen dakwaan tersebut telah didukung pembuktian dan fakta-fakta yang bisa dihadirkan oleh jaksa ke hadapan sidang pengadilan,” kata Riyanto.
Jadi kita berangkat dari logika dan analisa seperti itu menyikapi adanya kehebohan karena dalam dakwaan JPU memunculkan nama Jaksa Agung Burhanudin dan mantan Ketua MA Hatta Ali.
Menyangkut pertanyaan dan keraguan dari masyarakat apakah sesorang jaksa Pinangki yang di dalam struktur dan level jabatan tidak strategis di institusi Kejaksaan.