Jakarta, EDITOR.ID,- Andhi Pramono dan keluarganya bergelimang harta. Punya rumah seharga Rp20 miliar dan berlian seharga lebih dari Rp650 juta. Namun harta yang diperoleh mantan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar, tidak berkah karena hasil dari korupsi.
Karena hartanya haram dan dari ‘maling’, Andhi kini harus mendekam di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Jumat, 7 Juli 2023. Andhi pun kini juga sudah dipecat dari statusnya sebagai PNS.
Sebelumnya, ia sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Bahkan semua hartanya mulai dari rumah dan uang direkening bank, bakal disita seluruhnya oleh KPK dalam rangka hukuman memiskinkan para koruptor sebagaimana diatur dalam UU TPPU.
Andhi Pramono telah memanfaatkan jabatan mentereng dan kekuasaannya soal kepabeanan untuk ‘memainkan’ bisnis gelap para importir.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Andhi Pramono dalam kasus tersebut tak hanya bertugas sebagai PNS. Ia juga diketahui turut menyambi menjadi broker dengan memanfaatkan jabatan eselon III di Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Dari penelusuran KPK, rupanya selama 10 tahun terakhir, yaitu dari 2012 sampai 2022, Andhi Pramono bersiasat dengan double job sebagai broker atau perantara. Kantong pribadi Andhi Pramono pun menggelembung berisi rupiah-rupiah dari para pengusaha ekspor-impor.
“Dalam rentang waktu tahun 2012 sampai 2022, AP (Andhi Pramono) dalam jabatannya selaku PPNS sekaligus pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diduga memanfaatkan posisi dan jabatannya tersebut untuk bertindak sebagai broker atau perantara dan juga memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktivitas bisnisnya,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (7/7/2023)
Sebagai broker, Andhi juga diduga menghubungkan para importir untuk mencari barang logistik dari Malaysia dan Singapura. Barang itu kemudian dikirim menuju Kamboja, Vietnam Thailand dan Filipina. Atas perannya ini, ia pun diketahui menerima imbalan sejumlah uang berupa fee atau komisi.
Komisi yang diterima Andhi selama 10 tahun menjadi broker mencapai Rp 28 miliar. Menurut KPK, setiap rekomendasi yang ia buat diduga menyalahi aturan kepabeanan. Lalu, pengusaha yang menerima izin ekspor-impor juga tak berkompeten.
“Siasat yang dilakukan AP untuk menerima fee di antaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nominee,” ucap Alexander.