Semarang,EDITOR.ID, – PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) akan menetapkan penggunaan laba bersih dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang dijadwalkan 29 Maret 2023 mendatang.
Direktur Utama Sido Muncul David Hidayat mengatakan, adanya penurunan penjualan dan laba disebabkan oleh beberapa faktor seperti normalisasi permintaan dari basis tinggi karena penyebaran varian Delta Covid-19.
” Investor tentunya menunggu keputusan perihal pembagian dividen dari laba tersebut. Manajemen SIDO akan menggelar RUPST pada 29 Maret 2023. Salah satunya dengan Penetapan penggunaan laba bersih Perseroan untuk tahun buku 2022,” ungkapnya.
SIDO, lanjutnya, memang mengalami penurunan laba hingga 12,38 % menjadi Rp 1,1 triliun pada semester II/2022. Sementara penjualan mengalami penurunan 3,86 % menjadi Rp 2,23 triliun. Namun, perseroan masih berkomitmen membagikan dividen.
Selain itu, tingginya inflasi dan adanya kenaikan harga bahan baku juga mempengaruhi penjualan. Penurunan juga akibat perubahan perilaku perubahan konsumen, di tengah menguatnya nilai dolar AS terhadap Rupiah.
“Semuanya berubah dengan cepat. Selain perilaku konsumen dan melonjaknya harga komponen bahan baku impor yang semakin tak terkendali hingga mencapai lebih dari 100%,” ujar David, Selasa (7/3/2023).
Namun demikian, menurut David, pendapatan laba masih mengalami kenaikan, jika dibanding pendapatan pada 2020, meski kinerja penjualan pada Semester I/2022 turun 2,58 % menjadi Rp 1,61 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp1,65 triliun.
Sebagaimana dilansir dari Berlian media David menambahkan, kenaikan inflasi juga mengakibatkan melemahnya daya beli masyarakat dan menjadi salah faktor kendala penjualan produk Sido Muncul, yang harus di tanggulangi dengan melakukan inisitif baru .
“SIDO tetap menjaga posisi keuangan yang sehat dengan posisi kas bersih dan rasio pembayaran dividen yang tinggi di atas 90% dan ini menunjukkan betapa sehatnya kinerja bisnis perseroan,” tutur David.
Ketersediaan Bahan Baku Terbatas
Meski demikian, ketersediaan bahan baku saat itu juga terbatas, khususnya bahan ex impor, bahkan tahun ini harga bahan baku dari negara pemasok melonjak tajam yang bakal berimbas pada pencapaan target terkoreksi.
“Jadi penurunan profitabilitas karena adanya kenaikan harga bahan baku, yang telah bergerak naik sejak awal tahun lalu. Sayangnya, kenaikan harga jual beberapa produk efektif pada awal kuartal II/2022, sehingga dampak kenaikan harga jual menutupi kenaikan harga bahan baku kurang begitu terasa, namun dengan rencana kenaikan harga jual yang akan datang, diharapkan dapat memperbaiki profitabilitas perusahaan,” ujar David.