Yogyakarta, EDITOR.ID,- Sistem pendidikan di kampus negeri harus diubah agar keadilan mendapatkan ilmu bisa dirasakan merata oleh rakyat Indonesia. Karena dalam salah satu pembukaan UUD 1945 telah mewajibkan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan tidak boleh lagi diskriminatif. Ada sekolah dinas yang siswanya manja dari pakaian, tempat tinggal, hingga uang makan gratis. Bahkan uang saku diberikan negara. Padahal mereka sebagian besar putra putri dari kalangan orang berada hingga pejabat. Tapi ada generasi muda cerdas sudah lolos seleksi kepandaian namun mereka harus berjuang membiayai pendidikannya sendiri.
Mereka adalah generasi pilihan, sosok cerdas yang telah lolos dari ujian seleksi kepandaian dalam seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Namun harus mengalami nasib tragis ketika kecerdasan mereka tak dihargai negara.
Meski lolos seleksi mengalahkan ribuan lulusan SMA, namun tak menjamin pendidikan mereka ditanggung negara. Generasi muda cerdas yang orang tuanya dari kalangan tak mampu ini harus berjuang keras, bisa tetap kuliah ditengah beban pikiran untuk memenuhi biaya kuliah.
Belakangan ini beredar viral di media sosial twitter sebuah kisah pilu menceritakan pengalaman seorang mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang diklaim terdesak oleh nominal Uang Kuliah Tunggal (UKT) kampusnya.
Oleh akun @rgantas, kisah itu dibagikan melalui sebuah utas pada Rabu (11/1/2023) kemarin dan sudah dicuit ulang sebanyak 7.537 kali dan disukai lebih dari 23 ribu kali pada Kamis (12/1/2023) siang.
Sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia yang mengutip akun milik Rachmad Ganta Semendawai (24), pemilik akun @rgantas sekaligus rekan sang mahasiswi berinisial NRFA alias R untuk mengutip cuitan dari utas warga Palembang, Sumatera Selatan ini
Pemilik akun @rgantas memulai utasnya itu dengan menjelaskan bahwa R tak bisa menjelaskan secara langsung kondisi yang dialaminya terkait UKT ini lantaran mahasiswi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNY angkatan 2020 tersebut telah wafat 9 Maret 2022 silam.
Ganta menuliskan, rekannya itu berasal dari sebuah desa di Purbalingga, Jawa Tengah dan bukan dari kalangan berada. Orangtua R hanyalah penjual sayur gerobak di pinggir jalan yang juga harus menghidupi empat anak lainnya yang masih bersekolah.
Kasus R, menurut Ganta, adalah di mana nominal UKT mahasiswa UNY melampaui kapasitas keuangan pembayarnya. Menurut dia, ini bukan barang baru tapi kasus rekannya sedikit berbeda.
“Ia sudah mengisi nominal pendapatan yang sesuai dengan kondisi ekonominya. Tetapi, saat diminta mengupload beberapa berkas, ia tidak punya laptop. Sehingga ia meminjam hp tetangganya di desa,” tulis Ganta di akun @rgantas miliknya.