EDITOR.ID, Jakarta,- Front Pembela Islam (FPI) tetap keukeh dan mengklaim tidak akan mengurus dan tidak akan peduli soal Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Ormas Islam ini akan tetap menjalankan kegiatan sebagaimana sebelumnya meski tak mengantongi ijin dari pemerintah.
Adakah dampak atau konsekuensi bagi FPI jika nantinya tak mengantongi SKT lagi. Seperti apa konsekuensinya, apakah organisasi ini masih diakui negara atau pemerintah? Ataukah akan menjadi organisasi non formal?
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin menanggapi sikap petinggi FPI (Front Pembela Islam) yang merasa tidak membutuhkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari kemendagri.
Menurut Ali Ngabalin, sikap FPI itu terkesan tidak mau mematuhi aturan di Indonesia.
“Ya, itu terserah dia. Dia mau hidup baik, ya, kalau tidak juga terserah, yang pasti negeri ini ada aturannya, bukan hukum rimba yang berlaku di sini. Ada sejumlah regulasi yang mengatur tentang ormas, perkumpulan, dan lain-lain,” kata ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (22/12/2019) sebagaimana dilansir dari jpnn.com.
“Kalau tidak peduli, kalimat apa itu yang dipakai. Anta tinggal di gurun pasir atau di mana?,” sambungnya dengan nada tanya.
Ali Ngabalin pun mengingatkan, negara punya aturan yang perlu dipatuhi setiap Ormas. Salah satunya, dengan mendapatkan legalitas resmi dari negara berupa SKT.
“Jadi, yang pasti negeri ini ada aturannya. Bukan hukum rimba yang berlaku di sini,” ucap Ngabalin.
Namun, Ngabalin belum bisa menjelaskan alasan pemerintah belum mau mengeluarkan perpanjangan SKT untuk FPI. Dia hanya menyinggung bahwa setiap Ormas tidak boleh mengancam untuk mendapatkan SKT.
“Baik-baik dong. Jangan sedikit-sedikit mengancam. Beberapa kali, kan, ancam-mengancam, tuh. Sama seperti bosnya. Perlu pulang tetapi caci maki,” tutur dia.
Ngabalin mengatakan bahwa setiap ormas maupun perkumpulan yang ingin mendapatkan status legal di Indonesia harus patuh terhadap aturan yang berlaku, termasuk memperpanjang SKT.
Dikatakan, jika FPI tidak mengurus perpanjangan SKT tersebut, berarti status FPI sebagai ormas akan berubah.
“Nanti dilihat Departemen (Kementerian) Dalam Negeri, Departemen Kehakiman untuk apakah dia perkumpulan, ataukah dia menjadi paguyuban, atau menjadi Alumni 212 atau kelompok pengajian, ‘kan bisa saja menjadi itu,” kata Ngabalin.
Ia melanjutkan, “Yang pasti Anda sedang diurus dan diatur oleh suatu organisasi negara yang namanya pemerintah. Kalau Anda tidak mau diurus oleh pemerintah dengan persyaratan negara, ya, artinya rakyat Indonesia bisa memberikan penilaian.”