EDITOR.ID, Jember,- Penolakan aktivis teroris anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), ternyata tak hanya datang dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pemerintah Indonesia. Dukungan agar mantan WNI anggota ISIS dilarang kembali ke tanah air juga datang dari kalangan ulama dan Habaib. Termasuk ulama dan habaib di Jember, Jawa Timur.
Salah satunya datang dari Ulama dan Habib Ali Assegaf. Habib Ali menegaskan bahwa pemakaian kata radikalisme yang saat ini menempel pada mereka, para pengikut dan simpatisan ISIS ataupun kelompok sejenisnya, sehingga populer dikenal sebagai kaum atau kelompok radikal sebenarnya penggunaan kata ini kurang pas.
Yang lebih pas, kalau akan dipakai sebagai rujukan bagi kelompok itu adalah ekstremis, sehingga kelompok seperti itu lebih tepat disebut sebagai kelompok ekstrem.
Ekstremitas itu kata dalam bahasa Alquran disebut dengan togho’ ( طغى) . Ayat terkait dengan kelompok yang ekstrem itu disebut dengan bahasa “Innal insana la yat gho’ .
Manusia kebanyakan ekstrem (melampaui batas). Kapan dia menjadi eksrem ? Ketika dia melihat dirinya menjadi merasa lebih dari yang lain.
Lanjutan ayat menjelaskan : an ra’a hustagnaa ketika dia melihat dirinya menjadi merasa lebih dari yang lain,
Jadi ketika orang merasa dia lebih berilmu, dan menganggap orang lain bodoh. Ketika dia merasa dirinya paling kaya, dan dia menganggap orang lain miskin.
Lebih parah lagi menjadi ekstrem itu ketika dia menganggap melewati standar kemanusiaannya, dia merasa menjadi Tuhan untuk menghukum manusia. Itulah yang disebut dengan ekstrem, karena itu Al-Quran mengecam kelompok atau kaum yang melampaui batas.
Dalam konteks negara, lebih spesifik, dalam konteks NKRI kita sudah punya konsensus. Konsensus terhadap membangun rumah tangga negeri , ada merah putih ada NKRI. Ini adalah konsensus.
Konsensus itu di dalam Islam sangat dihormati dan dihargai, kalau sudah sangat dihormati dan dihargai ibaratnya kita punya kontrak dengan orang dan pasal pasalnya sudah ditetapkan di dalam akte notaris, pelanggaran terhadap kontrak itu dipandang sebagai keluar dari perjanjian atau istilah hukumnya wan prestasi, Ini bisa dipandang sebagai ekstrimitas.
Apa yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam konteks tata negara (pranata hukum), ketika mereka menghukum orang lain kemudian menganggap orang lain kafir.
Dan bukan hanya itu, terkait dengan ekstrimitas ISIS, bahkan mereka sampai keluar dari Indonesia dan mengangkat senjata untuk menggulingkan sebuah pemerintahan di luar negeri plus membakar paspornya.