“Menyoroti hak angket yang diluncurkan oleh kandidat-kandidat capres 03 ini membawa konsekuensi yang sebenarnya harus diperhatikan bagaimana positioning daripada lembaga-lembaga yang diperdebatkan itu,” kata Andy dalam keterangannya, Kamis (22/2/2024).
“Jadi, kita perlu memetakan posisi atau istilahnya kedudukan daripada lembaga itu jadi daripada lembaga seperti KPU, lembaga yang sejajar dengan MK dan mahkamah-mahkamah lainnya. KPU ini tidak di bawah eksekutif. tidak di bawah presiden. Dia lembaga yang sejajar dengan MK dan lain-lain,” imbuhnya.
Dosen Prodi Magister Administrasi Publik UB ini menilai hak angket bukan jalur konstitusional untuk melakukan gugatan kecurangan Pemilu. Menurutnya, kecurangan Pemilu seharusnya dilaporkan kepada Bawaslu atau DKPP.
“Nah kalau hak angket itu adalah lebih kepada ranah politik ya. Jadi bagaimana hak angket itu diangkat sebenarnya untuk mempertanyakan implementasi kebijakan suatu UU dalam lembaga eksekutif dalam hal ini presiden, para menteri, dan lain-lain. Itu ranahnya politik, ya, berbeda dengan KPU ini tadi. Nah ini seyogyanya tidak dicampuradukkan, ini berbahaya sekali kalau interpretasinya dicampuradukan seperti itu. Keluar dari koridor penataan yang ada,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Prodi Magister Manajemen Pendidikan Tinggi Universitas Brawijaya itu.
Ditegaskan Andy, hak angket DPR RI tidak akan berpengaruh pada hasil Pemilu. Apabila merasa terdapat kesalahan pada Hasil Pemilu, sambung dia, terdapat mekanisme perselisihan hasil Pemilu di MK.
“Jadi, sebenarnya sudah ada cara memecahkan kalau di situ ada permasalahan. Memang ini ranahnya ranah hukum, kalau mau diselesaikan ya secara hukum. Penyelesaiannya di MK, bukan dibawa ke ranah politik. Nah kalau terjadi seperti ini, ya, agak repot, ya,” tuturnya.
Di samping itu, di dalam mengegolkan hak angket ini juga perlu persetujuan-persetujuan yang ada di internal DPR RI yang juga dinilai tidak semudah ‘membalikkan telapak tangan’. Demikian juga dengan permasalahannya yang harus berhubungan dengan permasalahan eksekutif.
“Tidak berhubungan dengan ranah KPU yang sebenarnya bukan ranah eksekutif gitu ya, nah ini lah yang mungkin perlu ditempatkan lagi supaya tidak dicampuradukan karena adanya kepentingan. Sehingga memaksakan begitu, ya, asumsinya dan nanti bisa salah kaprah,” tutup dia.
Maka dari itu, ia menganjurkan agar siapapun peserta pemilu untuk mengikuti regulasi dan tatanan yang telah ditentukan. Serta, menghormati apapun keputusan dari KPU, Bawaslu, dan beberapa badan penyelenggara pemilu lainnya.
Pembuktian Kecurangan Pilpres Lewat MK, bukan Hak Angket
Sedangkan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Trisakti, Radian Syam menegaskan, menyelesaikan sengketa Pemilu seharusnya tidak melalui jalur politik hak angket. Tapi jalur konstitusi yakni membuktikan kebenaran adanya kecurangan melalui alat bukti dan pemeriksaan hukum. Bukan melalui DPR.