Wanita yang pernah menjabat sebagai Managing Direktor Bank Dunia ini mengklaim belum mendapat informasi lebih lanjut mengenai transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di institusi Kemenkeu.
“Sampai siang hari ini saya tidak mendapatkan informasi Rp 300 triliun itu ngitungnya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat,” ucap Sri Mulyani setelah bertemu Menko Polhukam Mahfud MD di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Sabtu (11/3/2023).
Menkeu lalu meminta kepada para wartawan agar ditanyakan kepada Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.
Sri Mulyani, beralasan di surat yang Ivan sampaikan kepadanya di hari Kamis (9/3/2023), tidak ada angka rupiah yang tertera di dalamnya, dan tidak dijelaskan detailnya mengenai siapa yang terlibat dan bagaimana pohon transaksinya.
Menkeu Sri Mulyani mengaku memangĀ telah menerima surat laporan terkait adanya dana mencurigakan senilai Rp 300 triliun di institusi Kemenkeu. Sri Mulyani berjanji akan menanyakan hal ini ke Menkopolhukam Mahfud MD dan juga kepada Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memanggil pegawai berharta tak wajar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dari 69 pegawai, 10 di antaranya sudah mulai dilakukan pemanggilan.
Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh mengatakan pemanggilan dilakukan dalam rangka klarifikasi dan pemeriksaan terhadap harta kekayaan. Pemanggilan seluruhnya ditargetkan selesai dalam dua minggu ke depan.
“10 sudah kita panggil. Kita akan terus seminggu dua minggu ini akan kita kerjakan,” kata Awan dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023).
Juru bicara Kemenkeu Yustinus Prastowo menambahkan 69 pegawai berharta tak wajar itu seluruhnya memiliki profil pegawai berisiko tinggi. Mayoritas dari mereka adalah pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta Direktorat Jenderal Bea-Cukai (DJBC).
“Detailnya saya juga belum tahu. Menurut info, memang sebagian besar dari dua institusi itu, Pajak dan Bea-Cukai, tapi juga ada dari direktorat lainnya,” tutur Prastowo.
Hasil pemeriksaan pegawai yang berharga tak wajar nantinya bisa dilanjut sampai investigasi atau penjatuhan hukuman disiplin jika dalam pemeriksaan terdapat bukti kuat.
Saat ditanya level jabatan pegawai berharta tak wajar itu, Prastowo menyebut mereka adalah yang wajib LHKPN, yakni yang memiliki jabatan tinggi.
“Karena basisnya LHKPN, tentu kan yang wajib LHKPN terutama, tapi tetap ada juga yang dari LHK itu juga kita profil misalnya fungsional,” imbuhnya. (tim)