EDITOR.ID, Jakarta,- Penangkapan Pemimpin Khilafatul Muslimin Abdul Qodir Hasan Baraja menghebohkan publik. Sosok ini dinilai sebagai tokoh yang punya keterkaitan dengan aksi sekelompok pengendara motor berkonvoi mengkampanyekan Gerakan Khilafah di beberapa daerah.
Aksi konvoi tersebut terekam dalam video dan viral di media sosial. Apalagi konvoi ini sengaja digelar saat bangsa Indonesia sedang merayakan Hari Lahirnya Pancasila sebagai ideologi bangsa. Konvoi Gerakan Khilafah seolah “menantang” dan mengotori Perayaan Hari Pancasila.
Dari video konvoi pengendara motor mengkampanyekan Khilafah, foto Abdul Qadir Hasan Baraja pun bermunculan di media sosial. Karena konon peserta konvoi sebagian besar telah dibaiat oleh Khilafatul Muslimin. Hasan Baraja yang ditangkap, ditahan dan jadi tersangka adalah pendiri Khilafatul Muslimin.
Lantas siapakah sosok Abdul Qodir Hasan Baraja?
Dalam rekam jejak sejarahnya, Abdul Qodir Hasan Baraja tercatat pernah menjadi mantan pentolan Komando Jihad, musuh utama pemerintah dan tentara Indonesia di tahun 80-an.
Abdul Qadir Hasan Baraja merupakan kelahiran Taliwang, Sumbawa NTB, 10 Agustus tahun 1944 silam, mengawali pendidikannya di Gontor lalu melanjutkan tinggal di Lampung. Ia dikenal dengan pergerakan berbasis NII/DI pada masa mudanya.
Pada masa tahun 80-an, publik sempat mengenal “Komando Jihad”, sebuah gerakan ekstrim kanan yang berafiliasi dengan Negara Islam Indonesia (NII) dan gencar melakukan serangkaian aksi kekerasan diantaranya Bom Candi Borobudur dan Penyanderaan pesawat Garuda DC Woyla di Thailand.
Sampai saat ini, masih banyak mantan tokoh “Komando Jihad” di masa lalu usai menjalani masa hukuman penjara puluhan tahun yang masih hidup. Mereka sudah kembali ke masyarakat.
Pada tahun 2019, awak media Gatra sempat menjumpai Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja. Ulama ini bukanlah orang baru dalam gerakan perlawanan, sejak muda dahulu namanya sering dikaitkan dengan aksi kekerasan di beberapa tempat yang di lakukan oleh kelompoknya.
Abdul Qadir Hasan Baraja masih tetap eksis pada pergerakan Islam dan bermarkas di Jalan WR. Supratman Teluk Betung Bandar Lampung.
Baraja mendirikan gerakan perjuangannya yang baru yakni Khalifah Khilafatul Muslimin. Dia sendiri telah dibaiat sebagai Khalifah (pemimpin) atau Amirul Mukminin oleh para pendukungnya.
Namun salah satu anggota Khalifah Khilafatul Muslimin sempat menjadi sorotan akibat salah satu anggotanya ditangkap Densus 88 terkait gerakan teror pada tahun 2019.
Anggota Khilafatul Muslimin itu bernama Noval Agus Safroni ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri di Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Penangkapan Noval berlangsung pada Minggu 13 Nopember 2019 silam.
Noval diduga berbaiat kepada Al Baghdadi (pimpinan ISIS) bersama kelompok Abu Zee dan pernah membahas tentang khilafah bersama jaringan Abu Zee.
Dari hasil penggeledahan, petugas menyita barang bukti buku “Panduan Jihad Khilafatul Muslimin?, satu kardus data Khilafatul Muslimin, satu buku ?Dilema PKS?, satu buku ?Al Khilafah?, delapan dabiqh buku ISIS, dua bilah gunting, dua kabel jack sound, satu plastik paku payung, dan paku baja.
Selanjutnya, polisi juga menyita satu lakban bening, satu kartu keluarga (KK) atas nama Noval, satu buku ?Tiada Khilafah Tanpa Tauhid dan Jihad?, satu plastik tatitis kecil warna putih, dan satu logo bordir Khilafatul Muslimin.
Saat berjumpa awak media, Baraja berbicara panjang lebar terkait gerakan radikal dan konsep khilafah yang saat ini kembali mencuat. Terlebih lagi, salah seorang anggota Khilafatul Muslimin baru saja diboyong oleh Densus 88 Polri karena diduga terkait gerakan radikal pada tahun 2019.
“Kalau yang menyerahkan diri kemarin, itu memang warga Khilafatul, Noval namanya, warga Bekasi tapi sudah pindah ke Lampung,” tuturnya.
Baraja mengaku ia mendapatkan info tentang Noval justru dari kepolisian bahwa ada salah seorang warga diduga Khilafatul terkait gerakan radikal.
“Belakangan dia (Noval) ditemukan bukti oleh Polisi, ada rekaman bai’at dengan kelompok radikal itu, jadi kalo menyimpang dari aturan warga Khilafatul Muslimin ya saya serahkan ke Polisi,” tegasnya.
Khalifah Hasan Baraja menceritakan bahwa perjuangannya saat ini sangat jauh dari konsep kekerasan oleh karenanya ia tak segan- segan untuk mengeluarkan warga Khilafatulnya yang jelas menyeleweng dari aturan organisasinya.
Baraja lalu menceritakan perjalanan hidupnya, “Dulu saya pemberontak, perjuangan dengan kekerasan kebrutalan itu, kerjaan saya jaman dahulu, waktu muda saya sudah lalui itu semua, saya sudah tahu, dan saya menyesali itu semua, itu ujung-ujungnya adalah dosa.”
Sehubungan dengan gerakannya dengan kekerasan pada masa lalu, Khalifah Baraja mengaku pernah beberapa kali dibui, dengan total keseluruhan kurang lebih 20 tahun ia hidup di penjara dan baru menghirup udara bebas pada tahun 2000 silam.
“Komando Jihad itu saya juga yang pimpin, ya orangnya-orang NII juga, tapi yang beri nama Komando Jihad itu bukan kami, itu pemerintah yang sebut kami Komando Jihad,” katanya.
Baraja mengakui Komando Jihad memang telah melakukan serangkaian aksi serangan dan pengeboman di beberapa tempat, diantaranya di Sumatera Utara, Lampung, dan lain-lain.
“Yang terakhir saya dipenjara 15 tahun, itu kaitan dengan bom Borobudur tahun 1985 lalu, dan satu tahun saya dipenjara isolasi dengan tangan terborogol, hanya tanaman saja teman saya,” sambil tersenyum ia mengenang masa hukumannya.
“Saya bersyukur saat di penjara, saya merenung dengan kekeliruan saya, dan saat masih di dalam penjara pada tahun 1997 saya segera mengumumkan berdirinya Khalifah Khilafatul Muslimin,” jelasnya.
Ketika ditanya dengan gerakan kelompok radikal saat ini yang masih menggunakan kekerasan, Khalifah Baraja berharap bisa bertemu mereka untuk kembali menyadarkan kekeliruan para radikal.
“Cuma sayangnya mereka tidak mau bertemu saya, kalau mau bertemu bisa saya sadarkan itu, tobat semua, saya sudah ajak mereka untuk bergabung dengan warga khilafah, tapi banyak juga yang menolak, agar tidak ada lagi seperti itu ( kekerasan-red),” ujarnya.
Menurutnya Khalifah Khilafatul Muslimin adalah perjuangan membumikan Khilafatul untuk memakmurkan bumi dan kesejahteraan ummat manusia melalui pelaksanaan ajaran Allah dan Rasulnya, sejalan dengan kebebasan penerapan ajaran semua agama tanpa memperkenankan warganya membuat aturan yang bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri.
“Banyak yang salah paham, Khilafatul itu bukan ideologi, tapi itu cara hidup, jadi sebenarnya tidak hanya orang muslim yang bisa bergabung dengan Khilafatul, semua agama boleh ” papar Baraja.
Baraja juga meyakinkan bahwa anggota Khilafatul Muslimin yang ia gaungkan sangat mencintai kedamaian dan menolak kekerasan, Baraja mengklaim anggota nya telah mencapai puluhan ribu di berbagai belahan Nusantara dan di luar negeri.
“Warga khilafah ini dibaiat juga untuk tidak mencuri atau korupsi, kalau terbukti korupsi di potong tanganya sesuai ajaran Islam, ya tapi kan kalo kita potong tangan ya nanti malah kita juga yang dipenjara, makanya warga khilafah jangan mencuri lah ” katanya sambil tertawa lebar.
Baraja mengatakan banyak orang yang setuju dengan paham Khilafatul yang ia gaungkan karena sebenarnya menurut ia membawa banyak manfaat kehidupan.
“Coba lihat ada bendera lain yang tidak ada tulisan Khilafatul tapi organisasi nya di tutup pemerintah, tapi kami jelas- jelas menulis Khilafatul di plang kantor kami, dan ada Khalifah nya orang jelas ada tapi tidak ditutup oleh pemerintah, karena Khilafatul Muslimin itu rahmatan Lil alamin ” tutupnya sambil tertawa akrab.
Sementara itu, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen R Ahmad Nurwakhid menyebut Baraja pernah bergabung dengan Negara Islam Indonesia (NII).
“Genealogi Khilafatul Muslimin tidak bisa dilepaskan dari NII karena sebagian besar tokoh kunci dalam gerakan ini adalah mantan NII,” ujar Nurwakhid, Selasa (31/5/2022).
Dia mengatakan Baraja juga salah satu pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, bersama Abu Bakar Ba’asyir (ABB). Baraja juga ikut ambil bagian dalam Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) tahun 2000.
“Secara historis, pendiri gerakan ini sangat dekat dengan kelompok radikal, seperti NII, MMI, dan memiliki rekam jejak dalam kasus terorisme,” katanya. Nurwakhid juga mengungkap Baraja punya jejak kriminal terkait kasus terorisme. Baraja pernah dua kali dipenjara terkait kasus tersebut.
“Baraja telah mengalami dua kali penahanan. Pertama pada Januari 1979 berhubungan dengan Teror Warman, ditahan selama tiga tahun. Kemudian ditangkap dan ditahan kembali selama 13 tahun, berhubungan dengan kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal 1985,” katanya.
Dia mengatakan gerakan Khilafatul Muslimin rentan bermetamorfosis dalam gerakan teror. Dia mengungkit kasus penangkapan pria di Bekasi berinisial NAS yang juga terkait dengan Khilafatul Muslimin.
Selain itu, ada aspek ideologi dan sejarah terkait organisasi Khilafatul Muslimin.
“Aspek ideologi sangat berbahaya dengan memiliki cita ideologi khilafah di Indonesia sebagaimana HTI, JI, JAD, maupun jaringan terorisme lainnya. Walaupun dalam pengakuan mereka tidak bertentangan dengan Pancasila, ideologi mereka adalah mengkafirkan sistem yang tidak sesuai dengan pandangannya,” ungkapnya.
Gerakan Khilafatul Muslimin diduga juga berafiliasi dengan jaringan terorisme, salah satunya ISIS. Hal itu seperti dinyatakan peneliti terorisme dari Singapura, Rohan Gunaratna.
“Selain itu, gerakan Khilafatul Muslimin mudah berafiliasi dengan jaringan kelompok teror seperti ISIS. Bahkan, pada masa kejayaan ISIS pada 2015, Rohan Gunaratna, peneliti terorisme dari Singapura, menggolongkan Khilafatul Muslimin telah berbaiat kepada ISIS,” tuturnya.
Selain itu, sosok Baraja pernah dimuat dalam laporan International Crisis Group (ICG) berjudul ‘Al Qaeda in Southeast Asia: The Case of The Ngruki Networks in Indonesia’ yang terbit pada 2002.
Baraja disebut terlibat peristiwa terorisme pemboman Candi Borobudur terjadi pada 21 Januari 1985. Sembilan stupa yang baru direstorasi rusak. Baraja ditangkap bersama enam orang lainnya terkait kasus itu. “Seorang penjual baju dan penceramah keliling, Abdul Qadir Baraja,” tulis laporan itu.
Baraja berasal dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebelum ditangkap terkait bom Borobudur, Baraja dicokok aparat pada 1979 terkait peristiwa perampokan dan pembunuhan yang dilakukan jaringan Warman. Tiga tahun dipenjara, dia kemudian keluar dan pergi ke Telukbetung, Lampung.
Dia ditangkap aparat di lokasi itu pada Mei 1985 karena diduga terkait bom Borobudur. Selanjutnya, dia dipenjara selama 13 tahun. Dia didakwa menyediakan bahan peledak untuk bom Borobudur.
“Dia selalu membantah bahwa dia tahu bahan peledak yang dia beli akan dipakai untuk aksi teror (bom Borobudur),” kata Direktur Institute of Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, kepada wartawan, Senin (14/10/2019).
Dia mengatakan Baraja adalah ustaz radikal yang dulu dekat dengan Abu Bakar Ba’asyir. Dilansir dari situs Khilafatul Muslimin, Baraja menggagas kelompok ini pada 18 Juli 1997.
Sumber Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiterror Polri sebelumnya menyebutkan, secara historis Khilafatul Muslimin memang pernah memiliki keterkaitan dengan tindak pidana terorisme.
Kendati demikian, Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabag Banops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar menyebutkan, Abdul Qadir Hasan Baraja tidak ditangkap berkaitan dengan kasus tindak pidana terorisme.
Aswin juga memastikan, pihaknya akan tetap melakukan pemantauan atau memonitor kasus tersebut.
“(Abdul Qadir Hasan Baraja) bukan tindak pidana terorisme. Namun demikian, kita akan monitor,” ucap dia.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas telah menegaskan khilafah jelas dilarang di Indonesia. “Yang jelas khilafah tidak boleh di Indonesia,” kata Yaqut kepada wartawan, Senin (30/5/2022). (tim)