Jakarta, EDITOR.ID,- Indonesia perlu mempercepat pengembangan lapangan minyak dan gas bumi (migas) untuk memenuhi kebutuhan domestik yang terus meningkat seiring target Indonesia untuk menjadi salah satu negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di dunia, sesuai Visi Indonesia 2045.
Jika pengembangan lapangan migas terus tertunda, maka diperkirakan di tahun 2042, Indonesia akan menjadi negara pengimpor net migas.
Untuk mendukung pencapaian target tersebut, SKK Migas bekerjasama dengan stakeholder terkait melakukan langkah-langkah yang dapat mempercepat realisasi kegiatan di lapangan.
Selain mengusahakan percepatan proses, juga diusahakan adanya peraturan yang dapat meningkatnya daya saing industri hulu migas dan dukungan insentif agar kegiatan investasi hulu migas di Indonesia semakin menarik.
Demikian rangkuman dari acara temu media yang diselenggarakan SKK Migas pada Rabu, 23 Agustus 2023 di Jakarta.
Hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut adalah Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf dan Country Head Indonesia Rystad Energy, Sofwan Hadi.
Saat ini, produksi gas alam nasional masih mampu memenuhi kebutuhan domestik, bahkan bisa diekspor ke negara lain.
Namun berdasarkan hasil riset dan analisis Rystad Energy, produksi gas alam dari lapangan-lapangan yang ada sekarang diperkirakan hanya berkontribusi sebesar 35 persen dari total produksi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam 20 tahun ke depan.
Sementara 65 persen sisanya berasal dari produksi lapangan-lapangan gas baru. “Data ini menunjukkan peran penting kegiatan eksplorasi secara masif dan pengembangan lapangan migas baru untuk menunda beban impor,” kata Country Head Indonesia Rystad Energy, Sofwan Hadi.
Sejauh ini, beberapa lapangan gas baru sedang dalam proses pengembangan, antara lain Lapangan Andaman di lepas pantai Aceh, Lapangan Mako di kawasan Natuna, IDD Fase 2 (Gendalo dan Gendang) di Kalimantan Timur, Asap Kido Merah di Papua dan Lapangan Abadi, Masela di Maluku.
Produksi gas dari lapangan-lapangan yang baru dikembangkan tersebut diproyeksikan akan memberikan kontribusi sekitar 60 persen bagi produksi gas nasional di 2030, dan naik menjadi 80 persen di 2035.