Oleh: Kristiya Kartika*
EDITOR.ID,- SEMPAT VIRAL di media sosial (medsos) dan menjadi berita menarik di media elektronik (TV), terungkap ?seolah-olah? terjadi persaingan dini antara Ketua DPR RI Puan Maharani dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menjadi Calon Presiden ke 8 RI.
Bagi sebagian pembaca dan pengguna medsos yang aktif, persaingan tersebut mungkin cukup menarik. Apa lagi bagi mereka yang memang ?berkepentingan? agar keduanya ?berkelahi?, lebih dari sekedar menarik. Paling menarik adalah bagi dia atau sekelompok orang yang bahkan terlibat dalam dengan komentar-komentar membakar panas, dan punya agenda mencalonkan Presiden ke 8 bukan keduanya.
Dalam satu acara di DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah yang dihadiri oleh Puan Maharani beberapa saat yg lalu, Ganjar tidak diundang. Terbentuk image seolah Ganjar sengaja tidak diundang karena dianggap terlalu berani dan relatif terbuka mempersiapkan dirinya sebagai calon Presiden ke 8. Dan bahkan image yang tumbuh Ganjar dianggap mendahului gerak dan antisipasi Partainya (PDIP). Sehingga dianggap cenderung tidak disiplin dan tidak mengikuti prosedur Partai.
Penulis mengenal dan relatif mengikuti langkah Ganjar Pranowo. Penulis tidak yakin bahwa Ganjar Pranowo adalah orang yang berambisi keras untuk terpilih menjadi Presiden ke-8. Disamping faktor sebagai Petugas Partai yang telah menghantarnya ke kursi Gubernur dua kali, juga aspek idiologis seorang Ganjar Pranowo sebagai bagian dari kader bangsa yang Nasionalis.
Patut diyakini, harapan Ganjar Pranowo dalam pemilu & prilpres 2024 yang akan menjadi Presiden adalah tetap seorang Kader bangsa yang Nasionalis. Dan jika terjebak dalam ?konflik? buatan seperti saat ini, pasti dia berpikir jangan-jangan yang mampu mengambil keuntungan meraih kursi Presiden ke-8 justru bukan kader bangsa yang Nasionalis.
Perlu dipahami secara hakiki, bahwa sebuah survei masyarakat, tidak akan selalu menjadi penentu dan pegangan utama. Bahkan bukan mustahil survei tersebut mengandung elemen ?by design? untuk memecah belah kekuatan PDIP dan kekuatan Nasionalis.
Pemikiran dan Ajaran Bung Karno Sebagai Kebutuhan Utama
SEJARAH bangsa menuturkan, bahwa komitmen utama sehingga bangsa ini bisa bersatu dan merdeka hingga saat ini dan kedepan lebih maju adalah Idiologi Pancasila. Pemikiran bahkan penetapan Pancasila sebagai Idiologi Negara tidak bisa lepas dari peran Bung Karno. Khususnya melalui Pidato Lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 1945. Sehingga kini tanggal 1 Juni ditetapkan resmi oleh Negara sebagai Hari Lahirnya Pancasila.