Jakarta, EDITOR.ID,– Ada seorang advokat bernama Yasin Djamaludin yang menggugat UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yasin Djamaludin meminta kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus.
“Menyatakan Pasal 30 ayat (1) huruf d Kejaksaan RI bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” demikian permohonan Nurhidayat sebagaimana dikutip dari website MK, Minggu (12/3/2023).
Demikian juga kewenangan jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 39, Pasal 44 ayat 4 dan ayat 5 sepanjang frase ‘atau kejaksaan’ di UU Tipikor.
“Menyatakan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Khusus frasa ‘atau Kejaksaan”, Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Khusus frasa ‘atau Kejaksaan’ dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa ‘dan/atau kejaksaan’ Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” sebut Yasin.
Belakangan ini Kejaksaan Agung (Kejagung) memang banyak menangani kasus korupsi kelas kakap yang nilai uangnya mencapai ratusan triliun. Sebut saja kasus Jiwasraya, Jamsostek, Asabri, Minyak Goreng, Menara BTS, Bansos dan ratusan kasus korupsi lainnya.
Kewenangan besar tersebut membuat banyak pengusaha, direktur yang terjerat kasus korupsi. Kebanyakan kasus korupsi yang ditangani Kejagung menyangkut proyek fiktif, transaksi fiktif, kerugian BUMN dan sejumlah kasus lainnya.
Kejagung Nilai Gugatan itu Mengada-Ada
Digugat “kekuasaannya” menangani kasus korupsi, Kejagung langsung angkat bicara. Korps Adhyaksa menilai gugatan itu mengada-ada.
Gugatan advokat Yasin Djamaludin yang meminta kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus dinilai Kejagung tak berdasar.
“Gugatan itu terlalu mengada-ada dan tidak berdasar,” kata Kapuspenkum Kejagung I Ketut Sumedana saat dihubungi, Kamis (16/3/2023).
Ketut menilai gugatan itu salah alamat dan terkesan mencari sensasi. Sebab, menurutnya, penggugat memiliki konflik kepentingan.
“Gugatan tersebut salah alamat dan terkesan mencari popularitas belaka, oleh karena yang menggugat ada konflik kepentingan sehingga melakukan gugatan secara serampangan,” ujarnya.
Selain itu, Ketut mengatakan gugatan tersebut dilayangkan di waktu yang tidak tepat. Sebab, track record penanganan korupsi di Kejaksaan akhir-akhir ini dinilai baik dan mendapatkan kepercayaan yang tinggi dan diapresiasi masyarakat.
Menurutnya, kewenangan Kejaksaan di bidang penyidikan tidak hanya pada tindak pidana korupsi, tetapi juga ada dalam penanganan pelanggaran HAM berat. Selain itu, lanjut Ketut, jaksa berwenang melakukan penyidikan pada tindak pidana di bidang kehutanan.