SEMA tersebut membuat perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika menjadi perkara pidana umum sehingga penyalah guna diadili secara pidana (umum) dan dijatuhi hukuman pidana (umum).
Padahal hukum narkotika adalah hukum yang berasal dari konvensi internasional, mengatur penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika secara khusus, proses pengadilannya secara khusus dan hukumannya juga secara khusus.
Kemudian Pemerintah atas persetujuan DPR secara mengundangkan UU RI No 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang mengintegrasikan ketentuan konvensi internasional, ketentuan kesehatan dan ketentuan pidana sebagai bagian yang tidak terpisahkan. dimana penyalah guna diancam secara pidana, proses pengadilannya secara khusus, dan hukumannya secara khusus yaitu hukuman alternatif menjalani rehabilitasi atas putusan hakim.
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung no 3 tahun 2015 menunjuk SEMA no 4 tahun 2015 dan SEMA no 3 tahun 2023 yang ditujukan kepada Kepada Ketua Pengadilan Tinggi; dan Ketua Pengadila Negeri Seluruh Indonesia, MA memberi petunjuk bahwa hakim dalam memeriksa dan memutus perkara harus berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum mengacu pada ketentuan pidana umum (pasal 182 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP) dan dapat menyimpangi pidana minimum khusus berdasarkan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan pertimbangan yang cukup.
SEMA tersebut jelas berdasarkan tafsir pidana umum karena mengacu pada KUHAP (pasal 128 ayat 3 dan ayat 4)
Tafsir Mahkamah Agung tersebut bertentangan dengan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika yang mewajibkan hakim memedomani pasal 127 ayat (2) dalam memeriksa penyalah guna narkotika dan menggunakan kewenangan rehabilitatif berdasarkan pasal 103 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika untuk memutus penyalah guna menjalani rehabilitasi.
Seharusnya MA secara khusus memberi pentunjuk agar hakim menggunakan kewenangan rehabilitatif berdasarkan pasal 103 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Negeri Seluruh Indonesia sebagai pedoman hakim untuk mewujudkan keadilan rehabilitatif yang menjadi tujuan dibuatnya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Akibat dikeluarkan SEMA no 4 tahun 2010, SEMA no 3 tahun 2015 dan SEMA no 3 tahun 2023 penyalah guna dan Lapas menjadi “korbanya” dari keputusan hakim dalam mengadili perkara penyalahgunaan narkotika.
Lapas secara berkesinambungan mengalami over crowded, akibat hakim menjatuhkan hukuman penjara padahal hakim seczra khusux diwajibkan UU untuk memperhatikan pasal 54, pasal 55 dan menggunakan pasal 103 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika untuk memerintahkan penyalah guna narkotika yang menjadi terdakwa untuk menjalani rehabilitasi atas putusan hakim; dan