Jakarta, EDITOR.ID,- Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan segera disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Hal ini setelah dalam Rapat Pengambilan Keputusan di Tingkat I, Komisi III sepakat untuk membawa Rancangan KUHP itu ke dalam ke Sidang Paripurna.
Rapat pengambilan keputusan Komisi III DPR RI dihadiri pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Sharif Omar Hiariej di kompleks DPR Senayan, Kamis (24/11/2022).
Rapat pengambilan keputusan tingkat I ini digelar dalam rapat lanjutan soal RKUHP yang diklaim hasil sosialisasi kepada masyarakat.
Keputusan ini diambil setelah DPR Komisi Hukum dan pemerintah membahas 23 poin rangkuman dari daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diserahkan fraksi kepada pemerintah.
Dari 9 fraksi, sebanyak 7 fraksi menyetujui RKUHP dibawa ke pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna. Mereka adalah fraksi Partai Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP. Adapun dua fraksi lainnya menyetujui dengan catatan, yakni Fraksi PDIP dan PKS.
“Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah apakah naskah RUU tentang KUHP dapat dilanjutkan pada pembahasan tingkat II yaitu pengambilan keputusan yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna terdekat,” ujar Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir selaku pimpinan rapat di Komisi III DPR, Kamis petang.
“Setuju,” demikian terdengar jawaban dari para anggota rapat.
Berdasarkan pantauan semua fraksi menyetujui agar RKUHP dilanjutkan ke paripurna untuk disahkan jadi undang-undang. Namun, Fraksi PKS menyatakan setuju dengan catatan.
Rapat pengambilan keputusan tingkat I digelar sejak pukul 10.00 WIB. Rapat semula membahas sejumlah pasal krusial dalam RKUHP hasil sosialisasi terakhir pemerintah terhadap masyarakat.
Ada 23 poin yang dibahas dalam rapat Komisi III DPR hari ini di antaranya penghapusan Pasal 347-348 mengenai penghinaan terhadap pemerintah.
Kemudian soal pasal hukum yang hidup dalam masyarakat alias living law, makar, penghinaan harkat dan martabat Presiden, pidana mati, kohabitasi, hingga penambahan pasal rekayasa kasus.
Pasal tersebut dihapus dan digabungkan ke Pasal 340. Lalu pasal soal makar yang definisinya diperketat, menjadi pidana apabila ada niat menyerang dan menimbulkan korban.
Kemudian penghapusan kata ‘dapat’ dalam Pasal 100 soal pidana mati. Penghapusan kata ‘dapat’, diusulkan DPR dan telah disetujui pemerintah. DPR menilai kata ‘dapat’ dalam pasal pidana mati berarti pidana mati bukan alternatif, melainkan dapat menjadi pidana alternatif.