Oleh : Andi Salim
Penulis Pemerhati Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Saat ini pemerintah memberikan Bantuan Presiden Produktif atau Bantuan Langsung Tunai sebesar Rp 2,4 juta kepada pelaku UMKM. Serta Penyaluran bantuan sosial seperti kartu sembako yang diharapan juga bisa membantu pelaku UMKM khususnya warung tradisional dan pelaku usaha kecil lainnya untuk bertahan hidup.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan agar pelaku UMKM dimasukan dalam skema penyaluran bantuan sosial terutama yang berkaitan dengan paket sembako yg disediakan. Untuk itu beliau berharap agar kegiatan usaha UMKM tidak boleh dipaksa untuk tutup.
Sementara dari sisi lain, penyaluran KUR berdasarkan informasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan realisasi penyaluran KUR sejak Januari 2020 sampai dengan 31 Juni 2020 baru mencapai Rp 76,2 triliun, atau setara 40,1 persen dari target tahun 2020 sebesar Rp 190 triliun.
Realisasi dirasakan masih rendah dari pemohon KUR tersebut yang diterima oleh 2,2 juta debitur.
Dibutuhkan peran aktif dari setiap kepala daerah guna mempersiapkan data calon debitur selaku pegiat UMKM yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh Lembaga Keuangan Penyalur KUR dan diharapkan dapat mendukung peningkatan target penyaluran KUR di sektor produksi (pertanian, perikanan, industri pengolahan, konstruksi dan jasa produksi) serta kegiatan lainnya.
Sehingga keberadaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dinilai mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara signifikan meski masih ada kritik anggapan bahwa realisasinya selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Namun dirasakan kurang efektif bagi peningkatan ekonomi masyarakat secara nasional. Pasalnya, dari keseluruhan realisasi KUR saat ini, tidak disertai pertumbuhan pada sektor produktif, yang mana di sanalah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan yg lebih besar bisa diharapkan.
Terdapat beberapa alasan yang mendasari hal sebagaimana yg telah disebutkan diatas, program KUR dengan suku bunga yang bersubsidi, tentu berakibat mendistorsi pasar keuangan mikro. Sehingga dalam jangka panjang juga berakibat mematikan lembaga keuangan mikro tersebut.
Serta bank penyalur kredit KUR ini juga terkesan tidak mempermudah atas realisasi KUR yg tersedia. oleh karena produk internal selaku penyalur jasa kredit pinjaman mereka menjadi kurang diminati sehingga target yang ditentukan secara internal sulit tercapai.
Selain itu tingginya dasar penetapan angka batasan maksimum penerima KUR hingga mencapai hingga Rp 500 juta yg sesungguhnya jauh melampaui batasan kemiskinan sebagaimana yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik.
Bahwa batas kemiskinan tersebut adalah mereka yang berpenghasilan dibawah Rp 600 ribu rupiah per-bulan, sehingga jika angka maksimal tersebut dievaluasi untuk diturunkan tentu berdampak pada lebih banyaknya penerima kredit yg dapat menikmatinya.
Serta produk-produk bank penyalur serta kredit mikro lainnya dapat tetap tumbuh ditengah tengah masyarakat saat ini.
Selain dari pada itu, penerimaan kredit KUR yg terlalu besar menimbulkan banyak ekses kecurigaan yang sulit diungkapkan dibelakang itu semua bahkan program KUR disinyalir berpotensi untuk diselewengkan.
Sebab penerimanya tentu bukan mereka yg sekedar ingin keluar dari pedoman kemiskinan sebagaimana yang telah disebutkan diatas, tetapi justru menjadi sarana bantuan keuangan bagi usaha yang dirasakan telah mampu dalam melakukan pinjaman modal usaha kepada bank-bank konvensional yang saat ini tersedia diberbagai pelayanan pinjamannya.
Pihak penerima kredit malah sering menjadikannya sebagai dana talangan bagi kebutuhan investasi dan bukan sebagai modal kerja oleh karena rendahnya keterlibatan pemerintah daerah dalam mengevaluasi kondisi pasca penyaluran kredit tersebut kepada masyarakatnya.
Selain itu, program KUR juga dirasakan tumpang tindih dengan program bantuan pemerintah lainnya yg berasal dari kementrian yg ada sebagaimana upaya kemajuan yg akan dicapai dari berbagai sektor kementrian yang ada saat ini.
Semoga informasi ini dapat kita renungkan bersama, sebab niat baik untuk memperbaiki keadaan yg dibawah jangan sampai malah menjadi bias dan tidak tepat sasaran. (***)