Oleh : Ayik Heriansyah
Penulis Pengurus Lembaga Dakwah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat
Persinggungan kaum tradisionalis dengan politik pemerintahan dan kenegaraan di Indonesia sangat dinamis. Keterlibatan kaum tradisionalis lahir dari rasa tanggung jawab keagamaan, kebangsaan dan kemanusiaan.
Sebagai soko guru bangsa dan negara, tradisionalisme memiliki motivasi dan pondasi yang kuat untuk berperan serta dalam mewujudkan kemashlahatan umat demi terciptanya negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur.
Bagi kaum tradisionalis spiritualitas merupakan titik pijak ontologi yang pertama dan utama. Ruh lebih dulu diciptakan daripada jasad.
Karena itu aspek pembinaan spiritualitas sangat penting. Ini ciri khas yang tidak dimiliki oleh kaum modernis dan radikal yakni spiritualitas yang bersih dalam pengabdian, lembut dalam rasa, jernih dalam pemikiran, mendalam dalam pemahaman dan meluas dalam mengayomi.
Ekspresi politik kaum tradisionalis sejatinya sangat praktis yaitu bagaimana memberi manfaat kepada orang lain dengan apa yang dipunyai seperti mengajar ngaji, membina majlis ta’lim, membangun masjid, pesantren, madrasah dan perguruan tinggi.
Ada juga yang giat mengurus anak yatim, mengelola lembaga filantropi, biro umrah dan haji. Sebagian mengabdikan diri melalui lembaga-lembaga negara. Sangat sedikit kaum yang menjadi pejabat pemimpin pemerintahan.
Kehadiran tradisionalisme membuat kehidupan umat terasa lezat meski wujudnya tak terlihat bak garam dalam masakan.
Oleh karena itu jika ada ekspresi politik radikal dari sebagian kaum tradisionalis tampaknya janggal (syadz).
Menghujat penguasa, melecehkan ulama, memprovokasi masyarakat untuk melakukan bughat dan terlibat ke dalam gerakan revolusioner di antara perilaku radikal yang ingin dimasukkan ke dalam kaum tradisionalis akhir-akhir ini.
Ekspresi dan perilaku politik begini merupakan menyimpangan dari tradisi politik kaum tradisionalis.
Karena basis kaum tradisionalis adalah spiritualitas maka ekspresi dan perilaku politik radikal diduga kuat muncul sebagai ledakan emosi sesaat akibat himpitan kekecewaan terhadap perilaku politik elit, provokasi dari kaum radikal, kekosongan wacana politik tradisionalis dan kerenggangan hubungan ulama tradisionalis dengan umatnya.
Salah metode kaum radikal untuk merusak kaum tradisionalis adalah dengan memutus hubungan jama’ah dengan jam’iyah (dharbu ‘alaqah baina jama’ah wa jam’iyah) dan memutus hubungan ulama dengan umat (dharbu ‘alaqah baina ulama wa ummat) berupa memutuskan kepercayaan jama’ah kepada jam’iyah dan kepercayaan umat kepada ulama kemudian mengalihkan kepercayaan jama’ah dan umat kepada kaum radikal.