EDITOR.ID, Tangerang Selatan,- Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Solidaritas Indonesia Tangerang Selatan, Selasa (11/9/2018) menggelar konsolidasi dan strategi pemenangan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019. Kegiatan ini diikuti seluruh calon anggota legislatif mulai dari level DPR-RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kota Tangerang Selatan.
Dalam paparannya, Ketua DPD PSI Tangerang Selatan Andreas Arie Nugroho berpesan kepada para caleg PSI agar mencurahkan seluruh kemampuannya untuk bekerja dalam program nyata yang bisa memberikan manfaat kepada warga Tangsel. Para caleg juga diminta menjaga integritas, menyelami dan menyerap setiap keluh kesah warga.
“Kehadiran PSI harus bisa memberikan kontribusi nyata, bermanfaat, dan menyatu dengan masyarakat, menyelami kebutuhan dan keluh kesah mereka, kita harus berada bersama masyarakat,” ujarnya dalam acara Konsolidasi dan Pembekalan Strategi Pemenangan PSI yang digelar di Warung Ten Loin, Bintaro, Tangerang Selatan, Selasa (11/9/2018)
Acara konsolidasi PSI juga menghadirkan narasumber Tenaga Ahli DPRD Tangsel, Dr Djaka Badranaya yang juga dosen Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.
Dalam pembekalannya, Djaka Badranaya memaparkan soal data demografi, pengelolaan pemerintahan dan pembangunan ekonomi di Tangsel yang masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.
Misalnya dalam bidang pendidikan. Djaka Badranaya menyoroti pelayanan pendidikan dasar hingga menengah yang dinilai masih sangat tidak layak. “Masalah klasik selalu muncul saat memasuki pendaftaran siswa baru atau PPDB, daya tampung pendidikan lanjutan seperti SMP dan SMA selalu minim dan tidak mampu menampung jumlah lulusan SD dan SMP,” katanya.
Dari 22.000 lulusan SD jumlah daya tampung hanya mencapai 7.000 bangku SMP. “Sehingga banyak lulusan SD yang tidak tertampung di bangku SMP, bagi warga yang mampu tidak menjadi masalah mereka bisa sekolah di swasta, tapi bagaimana dengan warga yang kurang mampu,” kata Djaka.
Djaka kemudian memberikan solusi dengan mendorong Pemkot Tangsel agar merangkul sekolah swasta untuk menampung siswa kurang mampu yang ingin melanjutkan pendidikan lanjutan dengan biaya ditanggung Pemkot.
“Membangun sekolah baru butuh waktu, kenapa tidak menjalin kerjasama dengan sekolah swasta, para siswa yang tidak tertampung dititipkan ke sekolah swasta dengan jaminan dibiayai anggaran Pemkot,” katanya.
Djaka mengatakan, saat ini kualitas SDM hanya dilihat dari alat ukur pendidikan, seperti jumlah sekolah, partisipasi sekolah, level jenjang pendidikan, atau semacamnya. Harusnya yang juga diperhatikan adalah kebijakan menyeluruh untuk semua anak-anak di Tangsel agar mendapat pelayanan pendidikan berkualitas.
Persoalan yang tak kalah penting adalah layanan kesehatan. Di Tangsel banyak rumah sakit swasta besar dan modern, namun layanan kesehatan bagi warga kurang mampu masih tidak layak dan jauh dari harapan.
“Pelayanan kesehatan masih mahal bagi warga Tangsel, oleh karena diperlukan kebijakan Pemerintahan Tangsel untuk mendorong dan menjalin kerjasama dengan rumah sakit swasta untuk memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat dengan biaya ditanggung pemerintah daerah,” papar Djaka.
Djaka Badranaya juga mengkritisi permasalahan tentang kota layak huni, di mana meski Tangsel mendapat predikat kota layak huni namun tak pernah mendapat Piala Adipura. Hal itu diduga disebabkan kekumuhan akibat penanganan sampah yang tak tuntas, hingga tentang tata letak kota yang semrawut akibat tak disesuaikan dengan perencanaan.
Begitu juga persoalan angka pengangguran yang masih tinggi dan kemiskinan. “Belum ada kebijakan yang konkrit untuk mengatasi masalah pengangguran melalui dukungan kemudahan investasi yang akan masuk ke Tangsel dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan,” paparnya.
Terakhir adalah soal good governance dan inovasi, tata kelola pemerintahan di Tangsel masih dianggap belum mencerminkan sebagai pelayan masyarakat. Baik dari segi akuntabilitas, maupun kualitas SDM.
Data yang ada menyebutkan, jumlah PNS di Tangsel mencapai sekira 5.700 pegawai. Sementara jumlah Tenaga Kerja Sukarela (TKS), mencapai sekira 8.000 orang. Namun dari jumlah itu tak ada survei kinerja atas aktivitas yang mereka lakukan, sehingga terkesan kuantitasnya yang besar hanya membebankan anggaran daerah.
“Komposisi pegawai di Tangsel sangat tidak ideal, perbandingan antara pegawai fungsional yang menjadi garda terdepan pelayanan masyarakat masih rendah dibanding pegawai administrasi pendukung,” kata mantan Ketua Pusat Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) UIN Syarif Hidayatullah ini
Djaka Badranaya juga menyoroti mengenai peran 12 Perguruan Tinggi yang ada di Tangsel. “Kepedulian mereka terhadap dukungan pembangunan Tangsel sebagai daerah dimana Perguruan Tinggi ini berlokasi masih sangat rendah,” katanya. (tim)