Oleh : Andi Salim
Penulis : Ketua Umum Toleransi Indonesia
Mencermati masa kampanye Pemilihan Walikota Tangerang Selatan sungguh memprihatinkan. Miskin ide, inovasi dan bentuk nyata kelebihan dari para pasangan calon untuk meyakinkan calon pemilih. Yang penulis rasakan tak lain hanya lautan spanduk yang “mengotori” kota Tangsel makin kumuh ketika sampah juga tak terkelola secara baik.
Maka tentu akan sulit bagi paslon Cawalkot mampu menaikkan elektabilitas mereka. Apalagi menggaet calon pemilih baru dari kalangan milenial atau anak muda dan warga yang selama ini enggan menggunakan hak pilihnya alias Golput.
Hal ini menunjukkan dari tingkat elektabilitas dari para calon yang belum terlihat melejit mengalahkan lawan-lawannya. Ketiga paslon rata-rata berpeluang sama dan bersaing ketat.
Kenapa bisa demikian? Karena, mereka tak punya gebrakan sama sekali untuk mengubah kota ini menjadi lebih baik. Kekritisan apa yang mereka jual kepada publik jika sebenarnya kemandekan pembangunan Tangsel selama ini juga merupakan bagian dari karya mereka yang saat ini masih memimpin atau mereka yang pernah duduk di birokrasi.
Demikian juga dengan calon yang belum merasakan duduk di birokrasi Tangsel. Terlihat juga tak memiliki gebrakan dan terkesan adem saja.
Banyak contoh calon kepala daerah yang penuh ide out of the box, melakukan gebrakan, melawan arus dan penuh gagasan mampu mengambil hati publik. Sehingga elektabilitas mereka melejit dan menjadi sosok fenomenal.
Sebut saja sosok Joko Widodo saat maju sebagai calon walikota Solo. Ia pernah berinovasi dan melakukan kampanye out of the box dengan melakukan blusukan, bertatap muka ke lebih dari 2.000 ribu warga Solo dari rumah ke rumah untuk menyapa mereka.
Contoh lainnya Tri Rismaharini saat mencalonkan sebagai Kepala Daerah di Kota Surabaya. Ia tiap pagi mengunjungi orang tua dan anak-anak yang terkapar sakit di rumah ia bawa ke rumah sakit. Ia mendatangi anak-anak jalanan dan mengangkut mereka ke Panti Sosial untuk dirawat.
Risma juga tak segan-segan menyapu jalanan agar kota Surabaya bersih. Saat ia menyapu jalanan puluhan kamera paparazi wartawan mengabadikan aksinya yang unik ini. Jadilah elektabilitas Risma melejit mengalahkan suara lawan diatas 80 persen.
Juga bagaimana Ridwan Kamil saat maju sebagai calon Walikota Bandung mampu mengumpulkan dan memanfaatkan 600 ribu akun twiter warga Jawa Barat. Di media sosial tersebut Ridwan menyapa warganet dan mengajak diskusi dengan tema-tema unik misalnya seputar jomblo yang mana komunikasinya dengan warga disisipi mimpinya untuk membangun Kota Bandung.
Masih ada lagi yang fenomenal seperti Abdullah Nurudin, Bupati Bantaeng yang kini menjabat Gubernur Sulsel. Nurudin dikenal jago mengubah kondisi masyarakat yang tadinya miskin menjadi makmur. Juga ada contoh calon kepala daerah yang kini telah menjabat yakni Bupati Nganjuk. Pria yang menjabat Komandan Banser NU ini rajin menjadi Khatib Sholat Jumat berkeliling dari masjid ke masjid.
Nah sekarang penulis ingin menyaksikan apa yang bisa diperbuat para paslon Cawalkot Tangsel untuk meyakinkan publik dalam hitungan menunggu hari jelang pencoblosan 5 Desember 2020 mendatang. Belum ada yang menonjol atau gaungnya sama sekali kecuali berebut memasang spanduk dan baleho. Sebuah cara kampanye mati yang tidak menarik empatik publik.
Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu kota termuda di Indonesia yang berdiri sejak 12 tahun yang lalu, akan kembali menggelar hajatan pesta rakyat yang ke-3 dari pilwalkot sebelumnya. Pilwalkot serentak yang akan digelar pada tanggal 9 Desember 2020.
Tentunya, di tengah iklim pandemi saat ini, politikus lokal yang mulai merancang kubu-kubu dan keadaan pun semakin memanas.
Sederet permasalahan Kota Tangerang Selatan kembali disuarakan, namun dengan bahasa-bahasa yang terbatas dan sama sekali tidak menunjukkan substansi masalah yang terpendam. Isu-isu yang muncul tersebut sebenarnya sudah menjadi keresahan masyarakat Tangerang Selatan.
Namun pada pelaksanaannya selalu saja ada pihak yang terkait dan bahkan terlibat dari kubu lawan yang telah masuk kedalam lingkaran keputusan yang menyebabkan lambat dan terhambatnya pemenuhan dari janji-janj atas program-program kampanye Pemkot saat ini yang belum terealisasi.
Banyak dari pendukung yang merupakan lawan inkumben dan pemerintah kota Tangsel sekarang, namun tidak bersuara pada kelemahan dan sisi kekurangan dari realisasi kinerja Pemkot saat ini.
Padahal sebagai lawan tentu rakyat menginginkan pola perbaikan dan janji janji segar untuk menyelesaikannya. Sehingga keberpihakan atas calon yang responsif dan memiliki akuntabilitas tentu akan menjadi sosok yang merupakan dambaan masyarakat Tangsel.
Jika pun mereka yang tergabung pada saat jalannya pemerintahan sekarang bukan berarti sikap kritik dan evaluasi itu tidak boleh disuarakan. Bergabungnya elemen lawan politik pada ranah pemerintahan merupakan keniscayaan bagi kelangsungan pemerintahan yang baik dan kuat, demi mengadopsi pemikiran dan program-program semasa kampanye yang luput dari pihak pemenang pemilu dalam memparipurnakan suatu rumusan yang komprehensif dan terukur demi kesejahteraan rakyatnya.
Hal itu semestinya hanya pada batas di pemeritahan saja, tidak boleh masuk ke dalam ranah legislatif yang berdampak lumpuhnya kritik DPRD sebagai lembaga pengawasan bagi Eksekutif tentunya. Hal itu berdampak pada kerugian masyarakat Tangsel yang memiliki keterwakilan di DPRD namun tumpul dalam pengawasannya.
Ada banyak sisi yang harus diutarakan dari setiap sektor yang terdapat didalam ruang kewenangan Pemkot Tangsel yang semestinya diukur dan disandingkan dengan pembanding dari kinerja kota lainnya, namun hal itu tidak nampak bahkan sikap kritik yang saat ini muncul pun sekedar rangkaian riak dipermukaan ombak saja, tanpa menyentuh sedikitpun baik dari sisi perencanaannya atau pun realisasi dilapangan.
Dari fakta ini, kita menjadi paham, bahwa Tangsel tidak akan mencapai prestasi yang tinggi dari rendahnya sikap kritik dan penilaian atas apa yang semestinya dilakukan oleh masyarakat dan lawan incoumben untuk melakukan evaluasi dan koreksi bagi langkah pemerintahan kota Tangsel kedepan. Semoga tulisan ini menjadi penggugah bagi citra Tangsel yang semakin baik dan terkemuka dari kota-kota lain di Indonesia. ****