“Jika mayoritas anggota dewan menggulirkan hak interpelasi. DPRD juga bisa menggunakan hak angket atau hak bertanya kemudian Anies tidak diterima jawabannya dan pertanggungjawaban pemerintahannya, maka DPRD bisa mencopot amanah yang telah diberikan kepada Anies,” ujar Urbanisasi yang juga Staf Pengajar Universitas Tarumanegara ini di Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Hak Angket DPRD adalah sebuah hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh DPRD yang memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak Interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Gubernur mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Urbanisasi menyatakan petisi yang digelar masyarakat seharusnya diperjuangkan oleh anggota Dewan di DPRD DKI. “Saya kira anggota dewan harus peka dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat terkait skandal banjir. Jika memang DPRD peka maka gerakan civil society ini tak hanya sekadar diatas kertas tapi diaplikasikan oleh anggota dewan yang peduli dengan suara rakyat,” papar Urbanisasi.
“Ujungnya jika dari anggota dewan ada yang berniat menggulirkan hak interpelasi atau hak angket maka bisa saja terjadi pemakzulan Anies Baswedan dari kursi gubernur DKI Jakarta melalui pernyataan pendapat atau hak angket DPRD DKI Jakarta,” kata Urbanisasi.
Meski sudah memimpin selama dua tahun, kata Urbanisasi, Anies terkesan gagal mengatasi masalah banjir. Dia pun melihat publik sudah mulai gerah dan kehilangan kesabaran menunggu masa jabatan Anies berakhir pada 2022 mendatang.
Menurut Urbanisasi, untuk menggulirkan hak interpelasi atau hak angket, anggota Dewan bisa memulai dengan menyelidiki soal anggaran banjir. Karena Anies tercatat pernah memangkas anggaran penanggulangan banjir sebesar Rp 242 miliar dan anggaran pengendalian banjir sebesar Rp 500 miliar.
Padahal, sekarang terbukti bahwa banjir adalah salah satu masalah terbesar Jakarta yang belum teratasi. “Ketidakbecusan Anies Baswedan dalam mengelola Pemerintahan DKI Jakarta tidak bisa ditutupi lagi,” tutur Urbanisasi.
Kemudian, anggaran untuk pembebasan lahan waduk dan kali dari awalnya Rp 850 miliar hanya dialokasikan sebesar Rp 350 miliar. Padahal, kebijakan pemangkasan anggaran ini merupakan perbuatan melanggar hukum yang merugikan negara dan warga DKI Jakarta.
“Karena seluruh aktivitas ekonomi, sosial dan politik negara dan warga masyarakat di ibu kota terganggu, kerusakan jalan dan fasilitas umum lainnya secara masif jelas melahirkan stagnasi sehingga melahirkan beban biaya baru yang harus ditanggung negara akibat Anies Baswedan salah urus Jakarta,” ungkap dia.