EDITOR.ID, Jakarta,- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak tegas rencana pemerintah yang akan mengimpor gula hingga 200.000 ton. DPR mendesak pemerintah membeli hasil produksi gula dari para petani yang sudah bersusah payah menanam tebu tapi tidak diperhatikan.
Sebelumnya Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengeluh kepada DPR atas sikap Bulog dan pemerintah yang tidak membeli hasil produksi gula mereka. Tetapi malah mengusulkan impor gula hingga 200.000 ton.
Keluhan petani ini langsung mendapat respons anggota Komisi IV DPR RI, drh. SLamet.
“Pemerintah seharusnya menyerap hasil produksi petani, bukan justru memilih impor ketika stok pada petani berkecukupan,†tegas Slamet yang akan memperjuangkan aspirasi Petani Tebu untuk menolak impor gula.
Slamet menyuarakan bahwa penambahan impor ini tidak masuk akal, sebab pemerintah sebelumnya telah menerbitkan surat Perizinan Impor (SPI) untuk 438.802 ton kristal mentah (raw sugar).
Situasi ini terlihat nyata ada regulasi yang tidak terkontrol pada implementasinya.
Inilah, menurut dia yang menjadi sumber polemik di masyarakat terutama komunitas petani tebu rakyat mulai dari petani hingga asosiasinya.
Slamet yang merupakan anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat IV ini mengingatkan pemerintah untuk berpegang pada ketentuan yang ada pada Undang-Undang No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Bila pemerintah sendiri yang menganggap peraturan regulasi kenegaraan, maka undang-undang ini akan kehilangan kewibawaanya.
“Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani telah secara secara jelas menyebutkan bahwa kebutuhan pangan nasional, dipenuhi dengan memprioritaskan produksi pertanian dalam negeri.
Oleh karena itu, langkah yang dilakukan oleh pemerintah secara jelas telah melanggar ketentuan perundangan,†tegas Slamet.
Slamet melanjutkan, petani kita punya kemampuan untuk memproduksi berbagai komoditas. Namun, menurutnya, kemampuan saja tidak cukup melainkan harus dibarengi oleh political will (kemauan politik).
Anggota DPR yang menjadi mitra Kementerian Pertanian dan Bulog ini menyampaikan bahwa Kita (Indonesia) mampu swasembada atas banyak komoditas, padi-jagung-kedelai-gula-bawang dan lain sebagainya.
“Kebijakan ekonomi dan politik pemerintah yang pro impor akan menjadi risiko bagi keberlanjutan pertanian. Padahal kita sangat mungkin untuk memenuhi kebutuhan produk pangan yang melimpah dari dalam negeri asalkan keberpihakan pada petani merupakan hal yang utama,†pungkasnya. (tim)