Editor.ID – Surabaya – Belasan Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya  (Unesa) yang memakai nama Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi Kampus (AMPDK) melakukan demonstrasi di depan gedung rektorat. Namun aksi demo massa ini berujung anarkhis. Mereka merusak fasilitas kampus.
Aksi mahasiswa tersebut disertai dengan tindakan perusakan pada fasilitas kampus, pembakaran serta perbuatan vandalisme lainnya. Dalam aksinya mahasiswa mendesak pihak pimpinan kampus agar membatalkan pelantikan pengurus BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Unesa.
Mereka beralasan bahwa BEM yang terpilih karena mendapat suara terbanyak dari mahasiswa dan kemudian dilantik oleh pimpinan kampus ini dianggap tidak sesuai dengan keputusan yang diambil oleh KPU (komisi pemilihan umum) pemilu raya (pemira) kampus.
Untuk diketahui bahwa pada tanggal 24 Februari 2020, diselenggarakan pemira kampus untuk memilih pengurus BEM Unesa.
Pemilihan diikuti oleh dua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) BEM, yakni pasangan calon (paslon) pertama adalah Satria Artha, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum berpasangan dengan Agung Alaska, mahasiswa Fakultas Ilmu Olahraga, sebagai paslon 01 mendapatkan 2728 suara mahasiswa.
Sedangkan paslon lainnya adalah M. Badrus, mahasiswa Fakultas Teknik berpasangan dengan Dimas Alif mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan sebagai paslon 02 mendapatkan 3263 suara.
Indikasi mulai munculnya upaya terjadinya kekisruhan di kampus Unesa tersebut, mulai terlihat para mahasiswa yang menjadi petugas KPU pemira (lembaga yang bertugas sebagaimana layaknya KPU pada pemilihan umum di masyarakat – red), dengan tanpa alasan yang jelas tiba-tiba pada 27 Februari 2020 membuat SK memenangkan paslon 01 yang mendapat suara jauh lebih sedikit.
Cara yang dilakukan oleh KPU pemira adalah langsung mengurangi  suara paslon 02 sebanyak 25%, agar hasil suaranya akan kalah oleh paslon 01.
Oleh mahasiswa Unesa, sebagaimana pernah dilansir media sebelumnya,  tindakan  para petugas KPU pemira ini dianggap aneh dan terkesan bahwa ada oknum-oknum  mahasiswa yang menjadi petugas lembaga KPU pemira Unesa merasa punya wewenang mutlak untuk menentukan siapa yang boleh menjadi pengurus BEM Unesa dengan mengabaikan suara yang telah diberikan oleh mahasiswa pada saat pemilihan BEM.
Agar tidak terjadi kegaduhan di kampus Unesa, maka mahasiswa menyerahkan pada pimpinan kampus untuk melakukan kajian dan memberikan kebijakan mengenai proses pemilihan BEM ini sesuai dengan peraturan yang ada.