EDITOR.ID, Jakarta,- Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk I Gusti Ngurah Askhara atau Ari Askhara yang tersandung skandal Penyelundupan Harley Davidson ternyata sosok “Spesialis BUMN”. Betapa tidak, sejak lulus kuliah ia bekerja di Bank Exim (Bank Mandiri,red) hingga karirnya cemerlang. Pernah kerja di bank asing dan melanglang dari BUMN ke BUMN.
Berbekal lulusan PTN top dan pernah kerja di bank asing sejumlah BUMN di tanah air kepincut merekrutnya. Karir Ari pun berjalan mulus mencicipi jabatan puncak dari BUMN ke BUMN, mulai dari Garuda, PT Pelindo III hingga PT Wijaya Karya.
Namun perjalanan karier Ari kini tamat sudah. Menteri BUMN, Erick Thohir mencopotnya dari jabatan Dirut Garuda Kamis 5 Desember 2019 kemarin.
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada 1994 ini dinyatakan terbukti menyelundupkan Harley Davidson, dan sepeda Brompton, lewat pesawat baru Airbus A330-900 Neo milik Garuda yang dikirim ke Indonesia.
“Saya memberhentikan saudara Dirut Garuda. Dari laporan Komite Audit Garuda disebutkan motor Harley itu diduga milik saudara AA,†kata Erick Thohir dalam jumpa pers dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, di Gedung Bea Cukai, Jakarta, Kamis (5/12/2019).
Tak hanya terduga penyelundup Harley dalam pesawat, pria jebolan S2 Administrasi Bisnis International Finance di Universitas Indonesia (UI) ini ternyata pernah terjerat kasus rekayasa laporan keuangan maskapai terbesar di Indonesia itu.
Perusahaan yang seharusnya merugi triliunan rupiah, namun direkayasa menjadi untung.
Kejanggalan laporan keuangan itu awalnya tercium oleh dua Komisaris Garuda, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria (per 24 April 2019, Dony sudah tidak menjabat sebagai Komisaris Garuda). Saat Chairul Tanjung dan Dony Oskaria hendak menandatangani laporan keuangan PT Garuda pada tahun 2018.
Mereka menemukan pelanggaran laporan keuangan PT Garuda yang harusnya rugi senilai USD 244,95 juta di tahun 2018 atau sekitar Rp 3 triliun. Namun dalam laporan tertulis laba bersih mencapai USD 809,84 ribu atau setara dengan Rp 11,5 miliar.
Belakangan, pencatatan laba bersih dalam laporan keuangan Garuda tahun lalu pun menjadi polemik. Sebab, piutang Mahata Aero Teknologi dalam pemasangan fasilitas wireless fidelity (wifi) dimasukkan dalam pos pendapatan Garuda.
Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak laporan keuangan 2018. Mereka menilai pencatatan pendapatan dalam laporan keuangan tersebut tidak sesuai dengan standar akuntansi yang baku.
Menurut mereka, seharusnya Garuda Indonesia mencatatkan rugi tahun berjalan senilai US$ 244,95 juta atau setara Rp 3,45 triliun.