“Sekarang kaya orang tua kita mereka pasti bingung membedakan mana berita benar mana hoax, karena keterbatasan mereka ubtuk mencari tahu hal tersebut, lain halnya dengan milenial yang hampir semua telah menguasai internet yang bisa kapan saja mencaritahu suatu kebenaran informasi, lalu mereka jelaskan kepada lingkungan sekitar mereka contohnya lingkungan keluarga mereka,”
Menambahkan kembali bahwa para penyelenggara pemilu juga harus aktif dalam memberikan pemahaman terkait berita-berita hoax ini, dengan segala platform media yang ada mereka harus lebih aktif lagi memantau dan memberikan edukasi pada masyarakat.
“Jadi saya menyebut bahwa hoax ini memang jahat, bisa merusak segala sesuatunya, membenturkan satu sama lain, kelompok antar kelompok dengan berita-berita kebohongan, maka dari itu peran aktif semua lapisan termasuk penyelenggara pemilu dan masyarakat semua untuk menangkal hoax ini, ” jelasnya.
Menurut Akademisi Universitas Langlangbuana Rafih Sriwulandari menjelaskan bahwa berita hoax di pemilu 2024, harus jadi atensi pemerintah dan penyelenggara pemilu.
“Atensi tersebut harus dilakukan dengan masif melalui sosialisasi, dialog secara langsung dan literasi tentang berita hoax, ” jelas Rafih.
Rafih menilai, peran penyelenggara pemilu 2024 sudah masif melakukan sosialisasi tahapan pemilu, dengan menyertakan anti hoax
“Dari sisi penyelenggara seperti KPU, Bawaslu sudah melakukan langkah antisipasi kepada masyarakat dengan sosialisasi yang maksimal soal tahapan pemilu 2024,” jelasnya.
Selain peran pemerintah yang maksimal, ketegasan pemerintah harus ada.
“Ketegasan itu berupa sanksi kepada masyarakat penyebar berita hoax, itu harus ada dan tegas, ” pungkasnya.