EDITOR.ID, Jakarta,- Buronan Djoko Soegiarto Tjandra yang sempat masuk ke Indonesia dan bebas berkeliaran dengan cara menyuap dua jenderal interpol mendapat keringanan hukuman dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Pengadilan tingkat banding ini mengabulkan permohonan Djoko Tjandra dengan memotong hukuman Djoko Tjandra dalam kasus suap red notice menjadi hanya 3,5 tahun penjara.
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Djoko Tjandra 4,5 tahun karena menyuap dua jenderal polisi dalam pengecekan status red notice, penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO), dan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
Namun Djoko Tjandra tetap dikenakan pidana denda Rp100 juta.
“Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” demikian bunyi amar putusan dikutip dari situs resmi MA, Rabu (28/7).
Putusan tingkat banding ini diadili oleh hakim ketua Muhamad Yusuf, dengan hakim anggota masing-masing Rusydi, Reny Halida Ilham Malik. Perkara nomor:14/PID.TPK/2021/PT DKI inidiketok pada 21 Juli 2021.
Majelis hakim mengungkapkan hal-hal yang memberatkan bagi Djoko yakni telah melakukan perbuatan tercela.
Bermula dari adanya kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang berdasarkan putusan MA tanggal 20 Februari 2012 Nomor: 100 PK/Pid.Sus/2009 Jo putusan MA tanggal 11 Juni 2009 Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009, Djoko dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta melakukan tindak pidana korupsi” dan dijatuhi pidana penjara selama dua tahun.
Kemudian, perbuatan yang menjadi dakwaan dalam perkara ini dilakukan Djoko untuk menghindar supaya tidak menjalani putusan MA tersebut.
Sedangkan hal meringankan yakni Djoko saat ini telah menjalani pidana penjara atas kasus hak tagih Bank Bali dan telah menyerahkan dana yang ada dalam Escrow Account atas rekening Bank Bali qq. PT. Era Giat Prima miliknya sebesar Rp546.468.544.738.
Majelis hakim tingkat banding menilai Djoko telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Djoko dinilai terbukti telah menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari DPO di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Melalui rekannya Tommy Sumardi, ia memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte sebesar Sin$200 ribu dan US$370 ribu.
Djoko juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.
Selain itu, ia dinilai terbukti menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari untuk pengurusan fatwa MA agar lolos dalam jerat pidana kasus Bank Bali.
Djoko menyuap Pinangki sebesar US$500 ribu. Uang diterima Pinangki melalui kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.
Tak hanya itu, pendiri Mulia Grup itu juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa berujar mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.
Vonis Napoleon Tetap
Sementara itu, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan hukuman terhadap Irjen Napoleon dengan pidana empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Putusan itu menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 10 Maret 2021 Nomor: 46/Pid.Sus-TPK/2020/PM.Jkt.Pst.
“Memerintahkan agar masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa [Napoleon] dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan,” demikian bunyi amar putusan.
Komposisi hakim yang mengadili perkara banding Napoleon sama dengan yang menangani perkara Djoko Tjandra. Putusan diketok pada 21 Juli 2021. (tim)