EDITOR.ID ? Surabaya, Beberapa hari lalu muncul surat nomor 510/05905/436.7.21/2021 yang berisi pemberitahuan Pemkot Surabaya kepada swalayan di Surabaya untuk memanfaatkan lahan dan bangunan sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) awal.
Yang selama ini terjadi, swalayan menggunakan lahan parkir untuk menjalin kemitraan dengan UMKM di wilayahnya, sehingga UMKM di swalayan mendirikan lapak untuk tempat mereka berjualan.
Menjadi permasalahan saat Pemkot Surabaya mengintruksikan kepada swalayan untuk mensterilkan lahan yang digunakan UMKM untuk berjualan dalam kurun waktu kurang lebih satu minggu.
DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Surabaya dalam hal ini ikut angkat bicara terkait kebijakan tersebut.
Ade Eka Rizkyanto Kabid Hukum dan Advokasi DPC GMNI Surabaya menilai Pemkot Surabaya terlalu gegabah dalam melakukan sterilisasi UMKM yang berada di swalayan.
Ade, begitu sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa Pemkot kurang memikirkan dampak ketika UMKM disegerakan angkat kaki dari tempat semula.
“Kalau UMKM langsung angkat kaki dalam waktu dekat, apakah sudah dipikirkan solusi jangka pendeknya oleh pemkot? Dagang itu susah. Perlu usaha keras buat cari konsumen. Kalau mereka dipindah, kemana?”, jelas Ade pada Sabtu (20/3)
Ade menambahkan mengutamakan jika Pemkot Surabaya juga harus memikirkan nasib UMKM di tengah pandemi Covid-19 selain menegakkan hukum yang dalam hal ini adalah Perda Nomor 8 Tahun 2014.
?Memang penertiban ini berkaitan dengan Perda 8 Tahun 2014. Tapi kami mohon juga dipikirkan nasib mereka (UMKM, red). Apalagi UMKM ini juga sedang berjuang di tengah pandemi Covid-19?, tambahnya.
Tidak hanya fokus kritik ke Pemkot Surabaya, Ade juga mempertanyakan kepada pelaku usaha swalayan terkait penetapan adanya tarif sewa tempat UMKM.
?Swalayan harusnya taat pada Perda No. 8 Tahun 2014 tentang Penataan Toko Swalayan di Kota Surabaya yang mengharuskan swalayan menyediakan lokasi UMKM tanpa memungut biaya. Pemkot juga harus tegakkan aturan itu”, pungkasnya. (Tim)