Yogyakarta, EDITOR.ID – Telah meninggal dunia Pelukis maestro senirupa Indonesia, dan perupa unggulan Sanggar Bumi Tarung (SBT-1961), Djoko Pekik — dalam usia 86 tahun, pagi Sabtu Kliwon, 12 Agustus 2023 pukul 08.19 di RS Panti Rapih Yogyakarta.
Perupa kelahiran Grobogan, 2 Januari 1937 telah berpulang menghadap Tuhannya, sang maestro, melukis di tempat keabadian.
Sosok pelukis tiga zaman ini meskipun sudah menua, berbadan Ceking ringkih, berkumis dan berjenggot panjang, kesehariannya masih tetap mengayuh sepedanya.
Warga masyarakat du sekitar rumahnya acap kali setiap di pagi hari — ketika mendiang masih kuat mengayuh sepeda, beliau pit-pitan dengan sepedanya menyusuri kemana hendak tujuannya.
Tetangga terdekat mengenali beliau sebagai sosok seorang ayah sekaligus kakek yang penuh sahaja sepanjang usianya.
Tetangganya mengatakan sejak putra putrinya SD tahun 1978 — beliau Djoko Pekik, “Sering antar jemput sendiri putra putrinya di SD Marsudirini kidul loji nitih vespa, mas Gogor Bangsa, Loko Nusa, dek Inten Lugut Lateng , Nihil Pakuril. Sampai yuswo pun tampak beliau masih terus menjalani hidup dengan penuh sahaja,” benernya.
“Sugeng kundur sare kanthi tentrem Bapak Djoko Pekik,” sambungnya — Sabtu Kliwon, 12 Agustus 2023 pukul 08.19 RS Panti Rapih Yogyakarta.
Djoko Pekik pelukis kenamaan Indonesia, dikabarkan pertama kali mendiang meninggal dunia — Informasi hariankami.com dan editor.id peroleh dan dibenarkan dari budayawan Indonesia Butet Kartaredjasa.
Kabar meninggal Djoko Pekik
Butet menginformasikan penyebab berpulangnya Djoko Pekik menurut keluarganya Keluarga mengatakan — meninggal dunia karena usia yang sudah sepuh yakni 86 tahun.
Pelukis senior Djoko Pekik dikabarkan meninggal dunia pada hari Sabtu (12/8/2023). Kabar ini diunggah oleh akun Instagram Butet Kartaredjasa.
“Selamat jalan Pak Djoko Pekik. Sumangga Gusti,” tulis Butet dalam unggahannya, Sabtu (12/8/2023).
“Nggih jam 8 wau (iya benar meninggal jam 8 tadi). Memang sudah tua sakit-sakitan,” kata Butet, Sabtu (12/8).
Pelukis Djoko Pekik tutup usia hari Sabtu 12 Agustus 2023. Semoga tentrem ing alam langgeng.
Butet mengatakan jenazah Djoko Pekik saat ini berada di Rumah Sakit Panti Rapih.
“Saya belum detailnya baru dapat (info) dari kawan-kawan katanya jenazah ada di rumah sakit di Panti Rapih. Belum ada update (untuk pemakaman) nanti akan diberi tahu,” kata Bute
Karya seni lukis fenomenal Djoko Pekik
Soal pemakaman juga demikian, masih belum ada informasi detail soal akan dimakamkan di mana mendiang maestro lukis tersebut.
“Nanti akan diberi tahu (informasi pemakaman),” pungkas Butet
Djoko Pekik berpulang – dunia maya berkumandang
Kabar berpulangnya sang maestro perupa seni penyaksi perjalanan sejarah bangsa Indonesia ini bergema di media sosial (medsos).
Dedikasinya, cerita-ceritanya, keteladanannya sikapnya, segenap drama-dramanya kesemuanya turut menggores — mewarnai perjalanan bangsa Indonesia.
Para penggiat dunia maya belasungkawa mendalam pada Ibu Christina Tini Purwaningsing Pekik, putra-putri mendiang Djoko Pekik serta para cucunya.
Netizen memohon kepada pencipta alam semesta melapangkan jalan pulangnya menuju haribaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dan doa khusus dari Ibu Christina Tini Purwaningsing Pekik, putra-putri mendiang Djoko Pekik serta para cucunya — buyutnya yang berduka cita:
Christina Tini Purwaningsih (istri)
1. Petrus Gogor Bangsa & Bernadeta Agus Indri Astuti (anak/menantu)
2. Paulus Loko Nusa & Alberta Kris Indrarti Lastyarini (anak/menantu)
3. Bernadeta Inten Lugut Lateng & Nur Setiawan (anak/mantu)
4. FX. Nihil Pakuril (anak)
5. Elizabeth Ori Kemarung & AY Laksamana S. (anak/menantu)
6. Antonius Sengat Cantang & Christina Rully Perwitasari (anak/menantu)
7. Fransisca Layung Sore & Yunizar Giovani Hasibuan (anak/menantu)
8. Parang Wungu (anak)
beserta cucu dan buyut.
Dan juga diikuti oleh para sahabat terdekat para perupa – seniman dan budayawan: Gogor Bangsa Nihil Pakuril Romo Sindhunata, Hong Djien Oei Butet Kartaredjasa Hari Budiono Frans Sartono Ilham Khoiri Nawa Tunggal Tanto Mendut Jumaldi Alfi dan para sahabat…
Karya fenomenal Djoko Pekik
Djoko Pekik adalah seorang seniman lukis Indonesia. Karya lukisnya yang terkenal adalah “Berburu Celeng”, yang menggambarkan keadaan para pemimpin Indonesia pada masa Orde Baru. Selama perjalanan kariernya dalam dunia lukis, ia pernah beberapa kali menggelar pameran.
Salah satu karyanya berjudul “Pemburu Celeng” menjadikan karya Djoko Pekik tentang situasi Indonesia di tahun 1965 ketika itu sedang berkecamuk pertikaian hingga berujung tragedi pembunuhan para Jenderal.
Tahun tersebut merupakan tragedi besar dan berdarah di Indonesia.
Djoko Pekik rupanya terlibat dalam gaduhnya para seniman yg berpegang ideologi komunisme dan berhadapan degan para penentangnya di Indonesia.
Kekuatan dari karya lukis Djoko Pekik sangat kuat mengangkat “realisme sosial politik” Indonesia ketika itu.
Karya lukisannya menjadi sangat terkenal ketika Djoko Pekik menghasilkan karya dia beri judul “Pemburu Celeng”.
” Pemburu Celeng”, adalah lukisan yang menggambarkan kritik sosial bagi para penguasa ketika 1965, menjadi sangat fenomenal.
“Celeng itu kan apa saja doyan. Membabi buta. Perusak. Celeng itu seperti pemimpin yang penuh dengan angkara murka,” ungkapnya dalam suatu kesempatan.
Sebagai seniman lukis yang tergabung dalam Sanggar Tarung Bumi, Djoko Pekik, ketika menjabarkan filosofi kata “Celeng” dalam judul lukisannya menjadi “Berburu Celeng”.
Ucapan fenomenal mendiang maestro perupa seni yang merupakan pesan untuk para perupa terutama untuk perupa generasi muda Indonesia, “Jadi seniman semestinya seperti kuda balap, bukan kuda untuk andong/dokar,” tuturnya.
“Watak seniman itu harusnya seperti batu hitam, meski terjadi banjir besar, ia tidak tergoyahkan,” sambungnya.
Djoko Pekik diantara para perupa seangkatannya menyebut sosok yang “keras kepala” dalam sikap, ide, dalam berkeseniannya, yang dibawakan secara otentik (apa adanya, apa anane).
Setiap berdiskusi dengannya untuk ngobrol, bila Djoko Pekik bercerita — lawan bicaranya mendapatkan kesan — seru, dahsyat, menyodok ulu hati kemanusiaan.
Mendiang Djoko Pekik perupa – seniman saksi sejarah, maka setiap obrolan dengannya tentang ketegangan di masyarakat dan Kekuasaan tertuang dalam karya seni lukisannya hingga banyak menjadi penelitian kalangan kolektor seni maupun akademisi.
Sejumlah lukisannya menyuguhkan rekaman sejarah pejalan bangsa Indonesia, terekam sangat kuat dalam ingatan.
Contoh lukisannya berjudul “Kawula Gonjang Ganjing” (prosesi pemakaman Sri Sultan Hamengku Buwono IX), “Keluarga Saya”, “Keretaku Tak Berhenti Lama”, “Ledhek Gogik”, “Berburu Celeng”, atau “Go to Hell Crocodile” (“wong aku ora isa basa Inggris, kok kon nulis judul Inggris” katanya untuk judul lukisan tahun 2014 itu).
Menyaksikannya judul-judul karya-karya lukisannya seperti “kuda balap”, “watu ireng/batu hitam” yg ada di kali.
Bagi yang menyaksikan karyanya menjadikan keteguhan sang maestro Djoko Pekik — dapat dikatakan sebagai “anomali” dalam praktik dan wacana seni modern Indonesia (latar trauma politiknya mampu dikapitalisasi dengan sukses). ***